Selasa, 24 September 2013

PENTING

hati-hati kelompok anak buah yang mengaku dirinya tuhan dan nabi berkeliaran dengan selalu menjelekan kiayi dan pesantren, mereka merasa orang yang paling bersih, paling suci, paling hebat.
rapatkan barisan dengan selalu berdzikir, shalawat dan membuka wawasan keilmuan dan keimanan kita bersama.

(jama'ah bismillahilladzi laitsa kamitslihi syaiun fil ardhi wala fissama)
ahlussunah wal jama'ah

Kamis, 11 April 2013

eksistensi tasawuf di era globalisasi


eksistensi tasawuf di era globalisasi


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tasauf Islam merupakan bagian integral dari ajaran spiritual Islam yang bersumber dari al-qur’an dan al-Sunnah, lahir bersamaan dengan lahirnya agama Islam itu sendiri. Namun tasauf berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu baru muncul pada abad kedua atau ketiga Hijriyah. Sebelum abad kedua dan ketiga istilah tasauf belum dikenal dikalangan masyarakat muslim akan tetapi bukan berarti ajaran tasauf belum ada pada permulaan Islam, ia sudah ada tapi tidak secara eksplisit sebagaimana layaknya sebuah disiplin ilmu. Bahkan bila kita merujuk lebih jauh kebelakang tidak hanya tasauf yang tidak dikenal pada periode awal Islam, disiplin ilmu yang lainpun seperti fiqig, tauhid, tafsir, ilmu hadists belum dikenal pada masa Rasulullah. 
Melalui tulisan yang singkat ini penulis ingin menekankan kepada Kaum muslimin dan muslimat bahwa ajaran tasauf bukanlah suatu ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam dengan catatan selama ia merujuk kepada al-qur’an dan al-Sunnah. Imam al-Ghazali dalam kitab Minhajul ‘Abidin, menjelaskan ada tig macam ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim, yaitu ilmu fiqih, ilmu tauhid dan ilmu tasauf/ilmu srri. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ajaran tasauf bukanlah milik kelompok tertentu saja, tapi ia harus dimiliki oleh setiap orang terlebih lagi di era modernisasi dan globalisasi sekarang ini minimal ajaran tasauf yang bersifat sederhana seperti sabar, syukur, tawakkal dan sebagainya. Karena tasauf mengajarkan nilai-nilai spiritual yang membawa kepada kesejukan, ketentraman dan kedamaian bagi jiwa manusia.
Tasauf merupakan ajaran keruhaniaan yang menekankan kepada kesuciaan jiwa, hati (qalbu) dengan konsep takhally, tahally dan tajally melalui riyadhah yang dilakukan secara kontinyu, baik melalui dzikrullah, kontemplasi dan amal-amal shaleh lainnya menuju insan kamil (manusia paripurna).
Dengan melihat latar belakang masalah diatas maka penulis akan mencoba merumuskan masalah sebagai berikut.

B. Perumusan Masalah
1. Pengertian Tasauf
2. Sejarah Singkat Tasauf
3. Sumber Ajaran Tasauf
4. Tujuan Ajaran Tasauf
5. Signifikansi Tasauf di Era Modern
6. Manfaat Mempelajari Tasauf di Era Modern
7. Tasauf Solusi Kekeringan Spritual di Era Modernisasi dan Globalisasi

C. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperoleh kejelasan tentang :
1. Pengertian Tasauf
2. Sejarah Singkat Tasauf
3. Sumber Ajaran Tasauf
4. Tujuan Ajaran Tasauf
5. Signifikansi Tasauf di Era Modern
6. Manfaat Mempelajari Tasauf di Era Modern
7. Tasauf Solusi Kekeringan Spritual di Era Modernisasi dan Globalisasi






PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasauf
Pengertian tasauf baik secara etimologi maupun terminolgi, para ahli (ulama tasauf) ternyata berbeda pendapat. Diantaranya adalah sebagai berikut :
Menurut Syekh al- Islam Zakaria al-Ansari: “Tasauf mengajarkan cara untuk mensucikan diri, meningkatkan moral dan membangun kehidupan jasmani dan rohani guna mencapai abadi . Unsur utama tasauf adalah penyucian jiwa, dan tujuan akhirnya adalah tercapainya kebahagian dan keselamatan abadi”. 
Ketika Muhammad al-Jurayri ditanya tentang tasauf, beliau menjelaskan, “Tasauf berarti menyandang setiap akhlak yang mulia dan meninggalkan setiap akhlak yang tercela”.
Ma’ruf al-Karkhi, tasauf adalah mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada ditangan makhluk. 
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa tasauf adalah suatu ajaran yang selalu berupaya membawa para orang-orang yang menyelaminya berada dalam kesucian jasmani dan ruhani lahir dan batin, ta’at kepada Allah dan Rasulnya, selalu berusaha menghiasi diri dengan segala sifat-sifat mahmudah (terpuji) dan meningglakn segala sifat-sifat mazmumah (tercela) dalam upaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. melalui takhalli, tahalli dan tajally. 

B. Sejarah Singkat Tasauf
Istilah Sufi baru muncul kepermukaan pada abad kedua Hijriyah, sebelum itu Kaum muslimin dalam kurun awal Islam sampai abad pertama Hijriyah belum meneganal istilah tersebut. Namun bentuk amaliah para Sufi itu tentu sudah ada sejak dari awal kelahiran Islam itu di bawa oleh Rasulullah Muhammad saw, bahkan sejak manusia diciptakan.
Sejarah historis ajaran tasauf mengalami perkembangan yang sangan pesat, berawal dari upaya meniru pola kehidupan Rasulullah saw. baik sebelum menjadi Nabi dan terutama setelah beliau bertugas menjadi Nabi dan Rasul, perilaku dan kepribadian Nabi Muhammadlah yang dijadikan tauladan utama bagi para sahabat yang kemudian berkembang menjadi doktrin yang bersifat konseptual. Tasauf pada masa Raulullah saw. adalah sifat umum yang terdapat pada hampir seluruh sahabat-sahabat Nabi tanpa terkecuali. Menurut catatan sejarah dari sahabat Nabi yang pertama sekali melembagakan tasauf dengan cara mendirikan madrasah tasauf adalah Huzaifah bin Al-Yamani, sedangkan Imam Sufi yang pertama dalam sejarah Islam adalah Hasan Al-Basri (21-110 H) seorang ulama tabi’in, murid pertama dari Huzaifah Al-Yamani beliau dianggap tokoh sentral dan yang paling pertama meletakkan dasar metodologi ilmu tasauf. Hasan Al-Basri adalah orang yang pertama memperaktekkan, berbicara menguraikan maksud tasauf sebagai pembuka jalan generasi berikutnya. Tasauf sebagai sebuah disiplin keilmuan Islam, baru muncul pada abad ke II H/XIII M, atau paling tidak dalam bentuk yang lebih jelas pada abad ke III H/X M. Namun, sebagai pengalaman spiritual , tasauf telah ada sejak adanya manusia, Usianya setua manusia. Smua nabi dan Rasul adalah Sufi, yang tidak lain adalah manusia sempurna (insan kamil). Nambi Muhammad adalah Sufi terbesar karena beliau adalah manusia sempurna yang paling sempurna.

C. Sumber Ajaran Tasauf
Menurut para Sufi, bahwa sumber tasauf adalah dari agama Islam itu sendiri, tasauf merupakan saripati dari ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an, al-Sunnah, qwal dan aktifitas sahabat, aktifitas dan qwal tabi’in. Diakui memang banyak pendapat yang mengatakan bahwa ajaran tasauf Islam bukanlah semata-mata lahir dari ajaran Islam tetapi ia lahir merupakan perpaduan atau pengaruh berbagai unsur ajaran agama sebelum agama Islam itu lahir, seperti pengaruh ajaran Hindu, Yahudi, Kristen, Persia, Yunani dan sebagainya. Namun penulis tetap berkeyakinan bahwa tasauf Islam adalah murni bersumber dari semangat dan ruh ajaran Islam itu sendiri serta perilaku Rasul dan sahabat-sahabat beliau, kendatipun terdapat kesamaan antara ajaran tasauf Islam dengan ajaran spiritual agama-agama lain itu hanya secara kebtulan saja. Sedangkan Dasar ajaran tasauf dalam al-Qru’an antara lain:
“Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kea rah manapun kamu menghadap di situ akan kamu jumpai wajah Allah.” (QS. Al-Baqarah: 2/115)
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf : 50/16)
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Ra’du: 13/28)
Dasar ajaran tasauf dari hadits:
(أن تعبد الله كأ نك تراه فإ ن لم تكن تراه فإ نه يراك (متفق عليه
Artinya:
Artinya :“Sembahlah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka ia pasti melihatmu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hati adalah suatu hal yang selalu dibahas dan dibicarakan dalam ajaran tasauf, dan inilah yang selaul menjadi objek kajian, tema sentral tasauf. Hati harus selalu diasah dan dipertajam untuk menerima panjaran nur Ilahi melalui dzikrullah, dan amal shaleh lainnya, karena bila hati itu kotor ia tidak akan dapat menerima pancara nur Allah swt. Namun apabila hati itu bersih ia bening lakasana kaca niscaya ia dapat menerima pancaran nur Allah dan dapat pula memantulkan cahaya, disaat hati bersih bening laksana kaca terbukalah baginya hijab (tabir) dan muncullah musahadah, mukasyafah, ma’rifat dan tersingkaplah baginya segala rahasia-rahasia alam gaib. 

D. Tujuan Ajaran Tasauf
Tujuan akhir mempelajari ajaran tasauf adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) dalam rangka mencapai ridha-Nya, dengan mujahadah malalui latihan (riyadhah) spiritual dan pembersihan jiwa, atau hati (tazkiyah al-anfus). Jiwa dan tubuh bersifat saling mempengaruhi. Apabila jiwa sempurna dan suci, maka perbuatan tubuh akan baik. Bergitu pula sebaliknya, dengan dihiasi akhlak yang diridhai oleh Allah. Ibrahim bin Adham (w. 742) mengatakan, Tasauf membawa manusia hidup menurut tata aturan kehidupan yang sebenarnya sesuai dengan konsef al-Qur’an dan al-Sunnah sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw. seperti hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan, syukur, tawadhu, hidup dengan melakukan sesuatu pada tempatnya. Dikalangan para Sufi mendekatkan diri kepada Allah dapat ditempuh dengan berbagai maca cara melewati stasiun-stasiun atau maqamat-maqamat tertentu seperti zuhud, wara’, taubat, raja’, khauf, sabar dan seterusnya sampai pada puncaknya ke tingkat ma’rifat bahkan sampai fana, bersatu dan menyatu dengan Tuhan (ittihad) dan itulah kenikmatan tertinggi yang di alami dan dirasakan para Sufi yang tidak dapat dilukiskan dan di gambarkan dengan kata-kata ataupun simbol-simbol. Kendatipun pengalaman spiritual itu dicoba untuk dijelaskan dengan kata-kata atau apapun bentuknya, itu tidak akan sama persis dengan apa yang dialami oleh yang menceritakan (Sufi). Pengalaman spiritual seorang Sufi kalau dianalogikan tak obahnya bagaikan rasa mangga, bagaimanapun seseorang menjelaskan rasa magga kepada orang lain tetapi kalau seseorang tersebut belum pernah mencicipi rasa mangga, dapat dipastikan bahwa ia tidak akan paham dan mengerti bagaimana rasanya mangga yang sesungguhnya. Dengan kata lain pengalaman spiritual para Sufi itu dapat dirasakan tetapi tidak dapat diungkapkan. Biasanya beberapa model ungkapan verbal yang dipilih para Sufi dalam menyampaikan pengalaman spiritualnya, yang paling popular adalah penggunaan ungkapan-ungkapan yang bernada puitis, berbentuk humor dan kisah-kisah. Sehingga dengan demikian pesan-pesan, nasehat-nasehat yang mereka tuliskan dapat ditafsirkan para pembaca sesuai dengan kemampuan daya nalar mereka dalam menangkap pesan yang terkandung dibalik teks tersebut.

E. Signifikansi Tasauf di Era Modern
Peradaban moderen yang bermula di Barat sejak abad XVII merupakan awal kemenangan supermasi rasionalisme dan emperisme dari dogmatisme agama. Kenyataan ini dapat dipahami karena abad moderen Barat cenderung memisahkan ilmu pengetahuan, filsafat dari agama yang kemudian dikenal dengan jargon sekularisme. Perpaduan antara rasionalisme dan emperisme dalam satu paket epistimologi melahirkan metode ilmiah (scientific method).
Penemuan metode ilmiah yang berwatak emperis dan rasional secara menakjubkan membawa perkembangan sains yang laur biasa canggihnya sehingga melahirkan kemudahan, disamping melahirkan kehidupan dan paradigma pemikiran baru. Fenomena serba mudah dan baru ini merupakan wujud akselarasi dari pemikiran filsafat Barat modern. Filsafat Barat modern memandang manusia bebas dari segala kekuatan di luarnya, dan kebebasan itu terjadi lewat penegtahuan rasional. manusia seolah digiring untuk memikrkan dunia an-sich sehingga Tuhan, surga, neraka dan persolan-persolan eskatologis tidak lagi menjadi pusat pemikiran. 
Konsep sains Barat di era moderen yang dikemukan di atas sangat berbeda dengan konsep sains dalam Islam, sebagiamana dinyatakan oleh Sayyid Husein Nasr, bahwa ilmu pengetahuan, sains dan seni dalam Islam berdasarkan gagsan tentang tauhid, yang menjadi inti dari al-qur’an. Dengan demikian menurut Nsr seluruh ilmu pengetahuan, sains dan seni dalam Islam dengan berbagai keragamannya tidak terlepas dari keesaan Tuhan, dalam kerangka ini, sains yang dapat disebut Islami adalah sains yang mengungkapkan “ketauhidan alam”.
Peradaban, ilmu pengetahuan, dan sains dalam Islam tidak terlepas dari sentuhan nilai-nilai spiritual, karena ilmu pengetahuan dan sains dalam Islam harus mampu menghantarkan seseorang untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah melalui pemahaman, pengamatan, riset dan penelitian yang dilakukan terhadap ayat-ayat kauniyah yang tersebar diseluruh penjuru alam, sebab antara ayat qauliyah dan kauniyah selalu berkorelasi. Hal itu akan lebih jelas bila dilihat dari segi keceradsan sufistik. Kecerdasan sufistik dapat dilihat dalam konsep tasauf, seperti ilmu, tafakur, ma’rifat, dan ma’rifat israqiyah. Bahwa yang dimaksud ilmu adalah semua pengetahuan, baik pengetahuan agama maupun umum. Semua pengetahuan itu harus bermanfaat untuk mengenal ciptaan, keagungan dan kebesaran Allah, sehingga kemudian mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya. Apresiasi yang tinggi pantas diberikan terhadap tasauf karena sumbangan-sumbangannya yang sangat bernilai bagi perkembangan peradaban Islam. Sumbagan itu dapat dilihat dalam berbagai bidang seperti filsafat, sastra, musik, tarian, psikologi, dan sains modern. 
F. Manfaat Mempelajari Tasauf di Era Modern
Mempelajari tasauf membawa manfaat yang sangat banyak dalam kehidupan ini, baik secara individu, masyarakat, bangsa dan negara. Bila semua orang bertasauf insyaallah bumi ini akan aman dari segala konflik dan permusuhan, karena ajaran tasauf selalu membawa peasan-pesan universal yang bernuansa kesejukan, kedamaian, ketentraman, cinta kasih dengan sesama, bahkan dengan alam, lingkungan dan makhluk-makhluk lainnya. Ajaran tasauf datang menmbus lintas suku, ras, etnis bahkan agama. Para Sufi seperti Ibn ‘Arabi umpamanya, sangat menghargai dan menghormati pluralisme agama. Dengan demikian konsep ajaran tasauf sangat toleran, terbuka dan dapat diterima oleh semua golongan, kelompok dan semua kalangan.
Orang-orang yang mengamalkan ajaran tasauf (para Sufi) hidupnya akan terasa lebih bermakna, indah, dan penuh kesederhanaan dalam menjalani kehidupan ini, segala sesuatunya dijalani dengan ikhlas, syukur, sabar, qana’ah, dan tawakkal atas segala ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk dirinya, tidak mengeluh dan tidak putus asa, tetapi selalu oftimis dalam mengharungi hiudup ini dan segala sesuatunya dikembalikan kepada Allah swt. Para Sufi selalu mampu menangkap pesan-pesan dan hikmah dibalik realitas yang terjadi di alam ini.
Para Sufi sangat menyadari betul akan siapa dirinya dan bagaimana posisinya dihadapan Tuhan dan mereka sudah mampu menguasai hawa nafsu mereka, sehingga dengan demikian segala apa yang mereka lakukan selalu berada dalam koridor kepatuhan, ketaatan dan ketundukan kepada Allah swt. dengan penuh keridhaan, kecintaan dan mereka pun diridhai dan dicintai oleh Allah, bahkan Allah mengundang mereka kesebuah perjamuan yang sangat indah. “Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 89/27-30). Orang-orang yang diundang oleh Allah tentunya tidak sembarang orang tetapi yang diundang adalah mereka yang sudah sampai ketingkat (maqam) insan kamil (manusia paripurna) yang didalam diri mereka sudah tercermin sifat-sifat Tuhan.
G. Tasauf Solusi Kekeringan Spritual di Era Modernisasi dan Globalisasi
Di zaman modernisasi dan globalisasi sekarang ini, manusia di Barat sudah berhasil mengembangkan kemampuan nalarnya (kecerdesan intelektualnya) untuk mencapai kemajuan yang begitu pesat dari waktu kewaktu di berbagai bidang kehidupan termasuk dalam bidang sains dan teknologi yang kemajuannya tidak dapat dibendung lagi akan tetapi kemajuan tersebut jauh dari spirit agama sehingga yang lahir adalah sains dan teknologi sekuler. Manusia saling berpacu meraih kesuksesan dalam bidang material, soial, politik, ekonomi, pangkat, jabatan, kedudukan, kekuasaan dan seterusnya, namun tatkala mereka sudah berada dipuncak kesuksesan tersebut lalu jiwa mereka mengalami goncangan-goncangan mereka bingung untuk apa semua ini. Kenapa bisa terjadi demikian, karena jiwa mereka dalam kekosongan dari nilai-nilai spiritual, disebabkan tidak punya oreintasi yang jelas dalam menapaki kehidupan di alam dunia ini. Sayyid Hussein Nasr Menilai bahwa keterasingan (alienasi) yang di alami oleh orang-orang Barat karena peradaban moderen yang mereka bangun brmula dari penolakan (negation) terhadap hakikat ruhaniyah secara gradual dalam kehidupan manusia. Akibatnya manusia lupa terhadap eksistensi dirinya sebagai ‘abid (hamba) di hadapan Tuhan karena telah terputus dari akar-akar spiritualitas.Hal ini merupakan fenomena betapa manusia moderen memiliki spiritualitas yang akut. Pada gilirannya, mereka cenderung tidak mampu menjawab berbagai persoalan hidupnya, dan kemudian terperangkap dalam kehampaan dan ketidak bermaknaan hidup.
Keimanan atau kepercayaan pada agama (Tuhan) itu, secara pragmatis merupakan kebutuhan untuk menenangkan jiwa, terlepas apakah objek kualitas iman itu benar atau salah. Secara psikologis, ini menunjukkan bahwa agama selalu mengajarkan dan menyadarkan akan nasib keterasingan manusia dari Tuhannya. Manusia bagaimanapun juga tidak akan dapat melepaskan diri dari agama, karena manusia selalu punya ketergantungan kepada kekuatan yang lebih tinggi diluar dirinya (Tuhan) atau apapun bentuknya dan agama diturunkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk rasional dan spiritul.
Pandangan dunia sekuler, yang hanya mementingkan kehidupan duniawi, telah secara signifikan menyingkirkan manusia moderen dari segala asfek spiritual. Akibatnya mereka hidup secara terisolir dari dunia-dunia lain yang bersifat nonfisik, yang diyakini adanya oleh para Sufi. Mereka menolak segala dunia nonfisik seperti dunia imajinal atau spiritual sehingga terputus hubungan dengan segala realitas-realitas yang lebih tinggi daripada sekedar entitas-entitas fisik. Sains moderen menyingkirkan pengetahuan tentang kosmologi dari wacananya. Padahal kosmologi adalah “ilmu sakral” yang menjelaskan kaitan dunia materi dengan wahyu dan doktrin metafisis. Manusia sebenarnya menurut fitrahnya tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan spiritual karena memang diri manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan ruhani, manusia disamping makhluk fisik juga makhluk non fisik. Dalam diri manusia tuntutan kebutuhan jasmani dan rahani harus dipenuhi secara bersamaan dan seimbang, kebutuhan jasmani dapat terpenuhi dengan hal-hal yang bersifat materi sedangkan kebutuhan ruhani harus dipenuhi dengan yang bersifat spiritual seperti ibadah, dzikir, etika dan amal shaleh lainnya. Apabila kedua hal tersbeut tidak dapat dipnuhi secara adil maka kehidupan manusia itu dapat dipastikan akan mengalami kekeringan dan kehampaan bahkan tidak menutup kemungkinan bisa mengalami setres.
Salah satu kritik yang ditujukan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi moderen dari sudut pandang Islam ialah karena ilmu pengetahuan dan teknologi moderen tersebut hanya absah secara metodologi, tetapi miskin dari segi moral dan etika. Pandangan masyarakat moderen yang bertumpu pada prestasi sains dan teknologi, telah meminggrikan dmensi transendental Ilahiyah. Akibatnya, kehidupan masyarakat moderen menjadi kehilangan salah satu aspeknya yang paling fundamental, yaitu asfek spiritual.
Agama Islam datang membawa pesan universal dengan ajaran yang komprehensif menawarkan solusi dalam berbagai permasalahan kehidupan umat manusia diantaranya berupaya untuk mempertemukan kehidupan materialsitis Yahudi dan kehidupan spiritual Nasrani, menjadi kehidupan yang harmonis antara keduanya. Di bawah bimbingan Nabi Muhammad Rasulullah saw. Kaum muslimin dapat membentuk pribadinya yang utuh untuk memperoleh kebahagiaan dunia akhirat dengan melakukan ibadah dan amal shaleh, sehingga mereka memperoleh kejayaan di segala bidang kehidupan. Islam mengajarkan kepada umatnya akan keseimbangan untuk meraih kebahgian dan kesuksesan di dunia dan akhirat secara bersamaan.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tasauf Islam suatu ajaran kerahanian (spiritual) yang bersumber dari ruh syari’at Islam itu sendiri yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah. Para Sufi dalam mengamalkan ajaran tasauf dengan selalu merujuk kepada akhlak, kepribadian dan ketauladanan Rasulullah swa. Sahabat Nabi yang mula-mula melembagakan ajaran tasauf adalah Huzaifah bin Al-Yamani dengan mendirikan sebuah madrasah yang khusu mengajarkan ilmu tasauf, kemudian dilanjutkan oleh salah seorang muridnya yakni Hasan Al-Basri dari kalangan tabi’in. 
Tujuan akhir dari ajaran tasauf adalah untuk mendekatkan diri seorang hamba kapada Allah sebagai Khaliknya melalui riyadhah melewati stasiun-stasiun atau maqamat-maqamat tertentu, dengan selalu mensucikan jiwa (nafs) lahir dan bathin dalam upaya mempersiapkan diri menggapai ma’rifatullah sampai pada tingkat bertemu dan menyatu dengan Allah menuju kehidpan yang abadi.
Kehampaan spiritual yang di alami orang-orang Barat, karena disebabkan paradigma perdaban yang mereka bangun dari awal telah menyatakan adanya pemisahan antara sains dan agama, padahal seharunya keduanya harus saling bersinergi. Tasauf Isalam tidak menafikan sains, bahkan tasauf Islam banyak menyumbangkan pemikiran dalam bidang filsafat, sastra, musik, tarian, psikologi, dan sains modren.
Masalah keterasingan adalah masalah kejiwaan. Manusia berperan sebagai penyebab munculnya keterasingan dan sekaligus sebagai korban yang harus menanggung akibatnya. Dalam konteks ajaran Islam, untuk mengatasi keterasingan jiwa manusia dan membebaskan dari derita keterasingan, justru harus menjadikan Tuhan sebagai tujuan akhir, Tuhan yang mahawujud dan mahaabsolut. Segala eksistensi yang relatif dan nisbi tidak berarti dihadapan eksistensi yang mahaabsolut.

Selasa, 09 April 2013

NKRI di bangun oleh para ulama - Kiai Marzuki

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibangun oleh para pahlawan termasuk para kiai.

Hal itu tidak bisa diragukan lagi, jelas tercatat sejarah Kiai Wahab sebagai pemimpin pasukan Hizbullah, sosok santri seperti Supriadi memimpin PETA, dan Kiai Hasyim sendiri seorang yang ahli gerilya. Maka dari itu, kuwalat hukumnya bagi warga NU jika anti terhadap NKRI.

Demikian disampaikan pengasuh pesantren Gasek Malang, Kiai Marzuki Mustamar dalam diskusi rutinan PMII Ibnu Aqil. 

Menurutnya, seideal-idealnya teori khilafah, jam’iyah, imamah, amir, ataupun NII, adalah gambaran yang abstrak yang hingga kini tidak terwujud. 

“Lalu mengapa menggadang-gadang yang tidak wujud sementara di depan mata kita ada yang riil untuk diperjuangkan,” tandasnya, di Masjid Ulul al-Bab, Senin (08/04).

Ketua Tanfidziyah NU Malang itu menegaskan, NKRI adalah penyelamat perpecahan bangsa, jika hanya bendera Islam yang dikibarkan justru akan menuai banyak konflik di Nusantara ini, belum lagi dari lima organisasi yang menggaung-gaungkan Negara Islam itu belum menemukan kata sepakat konsep mana yang akan dipakai. 

Kerancuan itulah yang akan merugikan banyak pihak dan menguntungkan sponsor di belakang organisasi-organisasi Islam transnasional tersebut.

Oleh karenanya, “seorang ulama sudah seharusnya memiliki wawasan kebangsaan, demikian juga orang nasionalis harus memiliki wawasan kuat terkait agama, hal itu sudah dilakukan oleh sesepuh NU Kiai Hasyim dan bahkan Gus Dur,” tegas sosok IKA-PMI UIN Malang ini.

Lelaki yang juga dosen tasawuf ini juga menambahkan, gerakan-gerakan yang menginginkan negara Islam sangat tidak pas untuk diterapkan di Indonesia. Pasalnya, penggagas-penggagas aliran tersebut hidup di dalam negara yang mayoritas Islam, dan di Indonesia bermacam-macam tidak hanya Islam, 

“Jadi konsep menyamaratakan warna di Indonesia sudah menjadi hal yang sangat salah, dan konsep NKRI inilah yang menyelamatkan semuanya,” pungkasnya.
Diskusi malam yang bertajuk “Pancasila sebagai Ideologi Bangsa” berakhir dengan sangu ilmu dan semangat untuk terus dari Kiai pengasuh pesantren Gasek tersebut. Sebelum ditutup doa, Kiai Marzuki berpesan untuk terus mentradisikan diskusi dan meneruskan perjuangan-perjuangan sesepuh NU.   

10 BAHAYA LATEN BAGI INDONESIA

1. Bahaya Laten Komunis


Peristiwa G30SPKI yang telah dinyatakan keliru periwayatan sejarahnya selama ini belum juga diluruskan bagaiamana sejarah yang sebenarnya. Oleh karena itu, berbagai versi yang mengisahkan kasus pembunuhan 7 jenderal di 30 September 1965 ini masih berkembang disana-sini.
Salah satu versi paling kuat menyebutkan bahwa 7 jenderal yang dibunuh di malam itu tidaklah disiksa seperti yang dikisahkan selama ini. Bahkan ada indikasi bahwa kejadian itu dilakukan bukan karena kepentingan kalangan komunis, tetapi adalah bagian dari skenario besar penggulingan rezim orde lama yang pelaksanaannya didukung penuh oleh Barat, CIA.
Lepas dari kontroversi itu, komunisme tetaplah berbahaya bagi ideologi negeri kita yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Dulu, kalangan partai komunis terkenal dekat dengan rakyat, membagi bibit murah, membantu petani dan terkenal sangat peduli, itulah yang membuat perolehan suara partai itu cukup signifikan saat itu. Bayangkan kalau karena bibit murah dan bantuan dari kalangan komunis waktu itu meluluhkan akidah para petani yang notabenennya adalah masyarakat muslim, mereka menjadi meninggalkan Tuhan mereka, inilah bahaya laten komunis yang saya maksud.
Oleh karena itu jangan sampai modus operandi semacam ini terulang lagi, menajajah akidah rakyat bangsa ini. Termasuk dalam bentuk yang lebih modern saat ini, seperti pemberian bantuan saat bencana dan lain sebagainya, tidak diperbolehkan ditumpangi kepentingan pencucian otak untuk berakidah secara taqlid-buta terhadap satu keyakinan tertentu. Oleh karena itu, Kristenisasi, juga Islamisasi, tidak boleh dilakukan dengan iming-iming materi, harus berdasarkan dakwah yang menggugah kesadaran nurani terdalam. Bila hal seperti itu terjadi, namanya bahaya laten komunis bangkit kembali.

2. Bahaya Laten Bom Bunuh Diri

Aksi bom bunuh diri kerap memakan korban warga negara asing yang sedang bermukim di Indonesia. Seperti yang dipopulerkan oleh Amerika, aksi semacam ini disebut terorisme. Jelas amat meresahkan, karena aksi yang dilakukan oleh kalangan santri konservatif ini bisa begitu smart dilaksanakan di kawasan-kawasan berpengamanan ketat (timbul pertanyaan, adakah keikutsertaan aparat dalam hal ini, atau memang murni kebobolan?).
Proses cuci otak terhadap sekelompok anak muda diindikasi menjadi sebab asal muasal seseorang mau menyerahkan nyawanya sendiri sembari membunuh orang asing di negeri ini. Pemerintah negeri sendiripun dianggap sebagai musuh bagi mereka. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita berhati-hati terhadap ajaran apapun yang mengandung unsur doktrinasi dan mengubah keyakinan secara drastis (membabi buta)

3. Bahaya Laten Kapitalis

Bukan hanya komunisme, kapitalisme juga sesungguhnya adalah bahaya laten yang sangat mengerikan. Bahkan bukan laten, karena masih berlangsung saat ini. Bentuk bahaya kapitalisme bersifat sentral-nasional, yakni ketundukan pemerintah terhadap investor asing, atau terhadap negara-negara barat dan lembaga keuangan dunia yang telah disetir oleh korporasi besar internasional yang menghendaki kuku tajam mereka tetap tertancap menggali sumber daya yang dimiliki negeri kita.
Indikasi kapitalisme sangat jelas, yakni dikeluarkannya undang-undang pesanan asing, dimana undang-undang itu bila dikaji amat tidak pro rakyat, tetapi memudahkan pro investor asing. Dan ciri kedua adalah dalam undang-undang itu, posisi tawar Indonesia menjadi amat rendah, demikian pula aturan ketetapan bagi hasil nilai kontrak-kontrak kerjasama.
Pemerintah semestinya ingat, bumi, air dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya, termasuk udara, adalah milik rakyat bangsa Indonesia, mereka adalah orang yang digaji untuk mewakili pengelolaannya. Apabila pemerintah lebih tunduk kepada asing dan menomorduakan kepentingan rakyat, itu namanya pemerintah adalah pengkhianat.

4. Bahaya Laten Liberalis

Bahaya liberalisme ditandai dengan kebebasan yang kebablasan di suatu negara. Salah satu contohnya adalah bunyi salah satu produk undang-undang kita yang menyebutkan bahwa pemerintah harus memberlakukan secara sama, pelaku bisnis dalam negeri dan luar negeri. Dengan kata lain, dengan dalih era globalisasi, pemerintah tidak boleh memberikan keistimewaan, kemudahan dan support khusus kepada pelaku bisnis dalam negeri untuk bersaing dengan pelaku bisnis asing yang berkompetisi di negeri kita sendiri.
Bahkan Amerika yang mengaku negara liberal saja tidak seperti itu, demikian pula Jepang, ada subsidi, ada kemudahan khusus dan ada dukungan lebih kepada pelaku bisnis dalam negeri untuk dapat berkembang sehingga tidak terlibas oleh kekuatan korporasi asing. Ini sangat berbahaya, mematikan potensi produktif bangsa sendiri.
Secara umum, bahaya liberalisme adalah keacuhan dan kelepastanganan pemerintah yang kebablasan terhadap persoalan dan regulasi yang semestinya diperlukan sebagai bentuk dukungan dari pihak pemegang kekuasaan dan keputusan, untuk kemajuan rakyat sebagai potensi komponen bangsa untuk maju mengungguli dunia luar.

5. Bahaya Laten Eksploitasi Bahan Galian

Lingkungan hidup telah mengalami kerusakan parah akibat kelonggaran pengawasan pemerintah terhadap pengelolaan bahan galian yang menjadi kekayaan bumi persada nusantara yang selama ini begitu eksploitatif dan tidak terkendali.
Ketika lingkungan hayati rusak parah, maka yang akan menerima akibat berikutnya adalah manusia yang hidup disekelilingnya. Pengelolaan bahan galian tidak boleh serta merta bertujuan komersil saja, tetap harus dipegang rambu-rambu pemeliharaan lingkungan hidupnya.
Oleh sebab itu, ekspolitasi bahan galian merupakan bahaya laten bagi keberlangsungan kehidupan manusia di negeri kita pada masa depan. Bahaya laten eksploitasi bahan galian jauh lebih berbahaya 10 kali lipat ketimbang bahaya laten bom bunuh diri yang kita kenal sebagai “terorisme”.
Bila terorisme mengancam nyawa warga asing di negeri ini, tetapi eksploitasi bahan galian mengancam nyawa semua umat manusia yang hidup di atas bumi persada. Pertanyaannya adalah, kenapa berita terorisme begitu gencar di media kita, sedangkan berita ekspoitasi hanya ada sekadarnya? Mengapa pula penanganan pemerintah begitu serius terhadap terorisme sedangkan terhadap pengrusakan akibat eksplotasi begitu rendahnya? Ada apa di balik semua ini?

6. Bahaya Laten Propaganda Media

Media mempunyai peranan penting sejak zaman pra-kemerdekaan untuk menyuarakan semangat persatuan menuju Indonesia merdeka. Begitu pula ketika Indonesia sudah merdeka, media berperan dalam mendistribusikan berita kemerdekaan sebagai stimulan semangat kemandirian sebagai bangsa yang sudah berdiri di atas kaki sendiri. Maka, sekarangpun media memiliki peranan yang semakin penting dan semakin besar pengaruhnya.
Media adalah alat yang murah, mudah dan instan untuk menyetir pola pikir masyarakat terhadap kepentingan pemilik media, pemilik modal yang bisa membayar media, bahkan kepentingan pemerintah. Oleh sebab itu, media menjadi lahan subur penyebaran propaganda untuk kepentingan tertentu.
Propaganda akan semakin berbahaya bila penyusun skenarionya adalah pemerintah. Pertanyaan semacam “mengapa berita terorisme disiarkan 10 kali lipat lebih gencar ketimbang berita kerusakan alam oleh perusahaan tambang asing”, adalah satu indikasi adanya permainan kepentingan dibalik pembuat berita. Bahwa berita bisa dipesan, bahwa berita bisa dijegal, tergantung kepentingannya.
Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati, tidak boleh menelan mentah-mentah informasi yang ditayangkan di televisi dan dimuat di koran. Di era serba teknologi saat ini, keberadaan internet sangat membantu kita dalam mencari akurasi berita yang fair dan proporsional.
Sudah saatnya kita mengkampanyekan secara besar-besaran media internet untuk menjadi salah satu sumber informasi yang fair dan komprehensif. Agar masyarakat kita tidak dibutakan oleh propaganda media.

7. Bahaya Laten Degradasi Hutan

Hutan kita digunduli 3,8 juta hektar pertahun. Apa bahayanya? Kaitkan dengan seringnya longsor, banjir dan bencana kabut asap. Belum lagi bahaya global, efek rumah kaca dan berlubangnya lapisan ozon.
Pelaku pembalakan liar hutan-hutan kita mungkin tidak sadar bahwa tindakannya bisa mengancam keselamatan umat manusia, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Lalu, bagaimana bisa pemerintah adem ayem saja dengan kasus ini, karena tidak tahu, atau malah ada unsur komitmen fee (suap) yang telah dilakukan secara mengglobal dan telah menjadi lingkaran setan?

8. Bahaya Laten Sinetron

Dongeng-dongeng yang dibacakan kepada anak-anak dimasa kecilnya akan menjadi stimulasi inspirasi dan pembentukan watak serta sikap si anak kelak dikemudian hari. Di zaman modern, peran dongeng mulai digeser dengan keberadaan sinetron dan program televisi lainnya.
Sinetron kita banyak sekali mempertontonkan habbit kehidupan yang hedonis ditambah dengan kekurangdiperhatikannya etika seksual. Yang lebih parah lagi adalah bagaimana sinetron kita hampir-hampir tidak memiliki sisi edukasi sehingga tidak memiliki pesan moral didalam adegan-adegannya. Justru tema yang selama ini monoton, yakni kebencian, perebutan harta, sadisme membabi buta dihampir setiap judul sinetron.
Apabila kebencian, perebutan harta dan sadisme menjadi konsumi sehari-hari generasi penerus bangsa, maka sudah dapat diterka bahaya laten yang akan menjadi bom waktu bagi masa depan bangsa kita. Yakni watak dan sikap yang terbentuk dari hasil inspirasi kebencian, keserakahan dan sadisme. Betapa berbahayanya itu.
Padahal, kerjasama lintas sektoral antara deparetemen pendidikan, departemen komunikasi dan kementrian pemuda dan olahraga semestinya bisa membuat regulasi pengawasan program televisi dimana program-program yang tidak medidik, tidak bisa lolos sensor penayangan.
Kalau permasalahannya adalah sumber dana iklan bagi produser, dengan jumlah pendudk 230 juta jiwa, saya yakin regulasi seketat apapun, penyandang dana akan tetap masih mau menanamkan anggaran iklannya di media kita, tidak perlu mengobral murah space iklan, asal laku, tanpa mempedulikan content program.

9. Bahaya Laten Hedonis

Pemahaman yang masih berkembang di kalangan pemerintah dan pejabat (baca:bangsawan) negeri kita adalah bahwa citra bangsa kita akan baik dimata bangsa lain apabila fasilitas pejabat negeri kita baik, tercukupi dan mewah. Oleh karena itu, bagaimana pengadaan mobil dinas memilih spesifikasi yang mewah dengan mengabaikan faktor kemampuan anggaran. Sehingga kebutuhan rakyat terpinggirkan oleh anggaran belanja fasilitas pejabat.
Contoh lainnya adalah bagaimana pelantikan anggota dewan dilakukan secara mewah di tengah himpitan bencana nasional yang terjadi hampir bersamaan seolah-olah negeri ini bergelimang harta.
Budaya hedonisme bangsawan di negeri ini adalah penyulut rasa cemburu dan sakit hati kaum dhuafa yang semakin termarjinalkan. Mungkinkah slogan Persatuan akan terwujud apabila si kaya tidak bisa berempati terhadap si miskin dengan bersahaja, dan si miskin sibuk diliputi rasa iri dan cemburu, sehingga semangat untk produktif terabaikan.

10. Bahaya Laten Ketergantungan Impor

Kedelai impor, minyak impor, garam impor, bahkan singkongpun impor. Impor memang merupakan solusi yang cepat, ketimbang harus membuat produk di negeri sendiri, tentu membutuhkan waktu, modal dan resiko kegagalan. Namun demikian, bila negeri kita terus dininabobokan dengan kenyamanan mengimpor, sampai kapan kita akan terus terbelit beban utang karena rendahnya produktivitas sumber daya nasional kita?
Membiasakan impor berarti mematikan kebiasaan produktif, tetapi sebaliknya, menyuburkan kebiasaan konsumtif. Oleh karena itu, apabila ini tidak segera dibenahi, maka bangsa kita akan semakin lekat dengan mental kuli, dimana seseorang sudah merasa bangga bisa menjadi pegawai di perusahaan yang pemiliknya orang asing, serta tidak pernah terpikir dan berani menggunakan daya ciptanya untuk meng-create suatu produk yang dibutuhkan oleh pangsa dalam negeri, maupun digelontorkan ke pasar dunia.
Nah, kita tahu ada 10 bahaya yang mengancam negeri kita, bahkan lebih, tapi pertanyaannya sudahkah kita memasang kuda-kuda waspada? Mengapa pont pertama (komunis) dan kedua (bom bunuh diri) sangat santer diberitakan bahkan kita sering melihat slogan-slogan di spanduk “mari jadikan teroris sebagai musuh bersama” atau “teroris harus hengkang dari indonesia”, sedangkan kita tidak mendapat seruan dari pemerintah untuk membenci eksploitasi bahan galian, mengusir pelaku propaganda media, atau sekedar memberitakan bahaya liberalisme?
Kenapa teroris diberantas dengan begitu beringasnya, sementara sinetron yang alur ceritanya menteror mental dan untuk membenahinya hanya cukup dengan regulasi, tidak perlu membeli senjata api tetapi tidak dilakukan?
Kepada siapa sebetulnya pemerintah menjadi wakil dalam mengelola negeri ini? Kepada pemilik modal (korporasi asing)? Atau kepada rakyat? Kepentingan siapa sebetulnya yang pemerintah perjuangkan?

Oleh : Rizky Dwi R

Rabu, 27 Maret 2013

Laahaula walaaquwwata ilabillahil aliyyil adhiim

oleh: K Ng H Agus Sunyoto
       Setelah khalwat  selama enam  hari di ruang samping mushola, pada malam hari ketujuh Obeth keluar menemui Guru  Sufi yang sedang duduk di teras mushola ditemani Sufi tua, Sufi Sudrun, Sufi Kenthir, Dullah, dan Sukiran. Dengan suara bergetar Obeth  mengucap salam dan berkata kepada  Guru Sufi,"Saya sudah menemukan Kebenaran dari semua yang sudah pernah  Mbah Kyai sampaikan. Saya sadar, selama ini pikiran dan jiwa saya sangat dihegemoni oleh dogma, doktrin dan mitos masyarakat awam  yang diyakini banyak orang sebagai suatu kebenaran  umum."
    Guru Sufi tersenyum dan berkata,"Apa itu tentang Kebenaran faktual di balik kalimat Laahaula walaaquwwata ilabillahil aliyyil adhiim?"
    "Benar sekali, Mbah Kyai," sahut Obeth dengan nafas naik turun.
    "Apa yang telah sampeyan alami selama khalwat sampai sampeyan menyadari Kebenaran kalimah Laa haula walaa quwwata ilabillahil aliyyil adhiim yang bermakna "tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung?" tanya Guru Sufi.
    "Ee sewaktu saya tenggelam dalam kekhusyukan  tanaffus dan tadzakkur," ungkap Obeth menjelaskan,"Saya tiba-tiba merasakan bagaimana jantung saya berdetak, saya juga merasakan bagaimana keluar dan masuknya nafas serta getaran dari aliran darah saya. Saya merasakan itu semua Mbah Kyai."
    "Setelah itu?" tanya Guru Sufi dengan suara ditekan.
    "Tiba-tiba saya merasakan ada sesuatu di kedalaman jiwa saya yang mengungkapkan fakta tentang bagaimana  detak jantung saya  ternyata berdetak sendiri tanpa bisa saya kendalikan. Saya terkejut dan sadar akan kenyataan faktual itu. Tetapi sesuatu di kedalaman jiwa saya itu mengungkapkan  kenyataan faktual tentang  keluar dan masuknya nafas saya yang  ternyata tidak bisa saya kendalikan," kata Obeth bergetar.
    "Setelah itu?"
    "Sesuatu di kedalaman jiwa saya itu terus mengungkap kenyataan-kenyataan faktual yang tak tersanggah bahwa kita itu sejatinya tidak memiliki daya dan kekuatan apa pun, bahkan sekedar daya dan kekuatan untuk mengatur segala sesuatu yang melekat pada diri kita," kata Obeth menenangkan diri.
    "Setelah sadar bahwa sampeyan tidak bisa mengatur detak jantung dan tidak pula bisa mengatur keluar dan masuknya nnafas, apalagi kesadaran yang sampeyan capai?" tanya Guru Sufi.
    "Sesuatu di kedalaman jiwa saya mengungkapkan bagaimana saya tidak punya daya dan kekuatan untuk  mengatur tumbuhnya rambut di kepala saya, tumbuhnya kumis dan janggut saya, tumbuhnya alis mata saya. Saya juga sadar bahwa saya ternyata tidak punya daya dan kekuatan untuk mengatur tumbuhnya kuku di jari tangan dan kaki saya. Saya sadar bahwa saya tidak punya daya dan kekuatan untuk mengatur sirkulasi darah dan unsur-unsur kimiawi di tubuh saya. Semua yang ada di dalam tubuh fisik saya bergerak dan berjalan sendiri di luar kontrol dan kendali saya," kata Obeth menjelaskan.
    "Padahal selama ini bagaimana pandangan sampeyan?"
    "Seperti umumnya orang-orang yang pikirannya terhegemoni pandangan awam yang naif bahwa diriku adalah milikku yang kugerakkan sesuai keinginan dan kehendakku," kata Obeth tegas,"Dan itu ternyata keliru dalam memaknai Kebenaran faktual."
    "Berarti selama ini samnpeyan ikut pandangan "Aku" yang diagungkan Chairil Anwar ya?"
    "Tepat sekali Mbah Kyai," sahut Obeth,"Selama ini saya meyakini kebenaran "Aku"-nya Chairil Anwar yang berkhayal seolah memiliki daya dan kekuatan untuk menentukan jalan hidup sendiri sebagai manusia eksistensialis. Dan ternyata, pandangan dan keyakinan saya itu tidak benar secara faktual."
    "Jadi yang Benar secara faktual sekarang ini menurut apa?" tanya Guru Sufi
    "Laa haula walaaquwwata ilabillahil aliyyil adhiim."
    Para sufi bertepuk tangan dan satu demi satu saling menyalami Obeth yang dinilai telah memperoleh kenaikan maqam ruhani karena telah berhasil mencapai kesadaran yang berbeda dengan kesadaran seumumnya masyarakat. Namun untuk maqam itu, Obeth belum diberi gelar khusus sebagai sufi meski Dullah sudah mengusulkan gelar "Sufi Koming" untuknya.

Allah SWT berbeda dengan mahluknya

LAISA KAMITSLIHI SYAIUN

Judul di atas adalah cuplikan dari ayat Alquran yang ma`nanya, Allah tidak sama dengan sesuatupun. Karena yang namanya sesuatu itu adalah makhluk, sedang Allah adalah Dzat Yang Maha Pencipta semua makhluk. maka sangat mustahil jika Sang Pencipta ini sama dengan apa yang diciptakan.

Ilustrasi paling mudah untuk dipahami kalangan awam. Jika ada tukang kayu pembuat kursi, tentu kursi hasil produksinya tidak sama dengan si tukang kayu itu sendiri, baik dari segi bentuknya, warnanya, rasanya (jika ada), serta segala sifat yang melekat pada kursi maupun pada si tukang, keduanya pasti berbeda.

Dalam aqidah Ahlus sunnah wal jama`ah diterangkan, salah satu perbedaan antara Allah dan seluruh makhluk ciptaan-Nya adalah bahwa Allah itu adalah Dzat yang tidak membutuhkan makhluk dan sifat-sifat makhluk. Allah tidak butuh tempat, karena tempat itu sendiri adalah makhluk ciptaan Allah.

Allah juga tidak membutuhkan waktu, Allah tidak membutuhkan arah, dan Allah juga tidak memiliki bentuk jisim/tubuh seperti layaknya sifat makhluk.

Allah tidak berbentuk kotak seperti almari, Allah tidak berbentuk bulat seperti bumi. Allah tidak berbentuk tinggi seperti tiang listrik. Allah juga tidak pendek seperti pohon jamur, dan Allah tidak memiliki bentuk benda padat lainnya karena Allah bukanlah makhluk seperti benda-benda yang tersebut di atas.

Allah juga tidak memiliki perut seperti perut manusia. Allah tidak memiliki tangan, kaki, mata, kepala, telinga, rambut, dan anggota tubuh lainnya seperti anggota tubuh manusia. Karena Allah tidak sama dengan manusia dan seluruh makhluk ciptaan-Nya. Demikian inilah ma`na yang terkandung dalam ayat laisa kamitslihi syaiun yang diyakini oleh penganut Ahlus sunnah wal jama`ah.

Berbeda dengan keyakinan para penganut faham Tajsiim, non Ahlus sunnah wal jamaah, yang mengatakan, bahwa Allah memiliki anggota tubuh seperti yang ada pada sifat manusia/makhluk.

Jika penganut Ahlus sunnah wal jama`ah menemukan ayat di dalam Alquran yang menyebut lafadz YADULLAH, yang secara arti dalam kamus bahasa adalah tangan Allah, maka Ahlus sunnah wal jamaah harus menta`wili dengan arti: kekuasaan/rahmat Allah. Sedangkan keyakinan penganut tajsiim mengatakan bahwa Allah benar-benar memiliki tangan seperti yang ada pada tubuh manusia dengan jari dan pergelangannya.

Aqidah Tajsim ini pada hakikatnya berasal dari keyakinan kaum Yahudi, mereka menyakini bahwa Allah itu berada di suatu tempat, layaknya makhluq yang membutuhkan waktu dan ruang. Kaum Yahudi mengatakan dalam bagian lembar luar kitab

> Al-ishah, 46 no 3-4 : Aku (Allah) turun bersamamu (Musa) ke Mesir.

> Al-ishah, 19 no 11 : Karena pada hari ke tiga, Allah turun ke gunung Saina dan terlihat oleh semua mata seluruh penduduk (Mesir).

> Al-ishah, 19 no 20 : Dan Allah turun ke gunung Saina sampai di pucuk gunung.

Jadi jelas, keyakinan tajsiim yang banyak beredar di kalangan kaum Wahhabi pada umumnya adalah Bid`ah Dhalalah (sesat) dalam aqidah, karena Nabi SAW dan para shahabat tidak meyakini aqidah seperti ini.

Bahkan ke empat imam madzhab, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi`i dan Imam Ahmad bin Hanbal bersepekat menyikapi aqidah Tajsim: Barang siapa yang menisbatkan anggota tubuh atau menisbatkan keberadaan arah/tempat kepada Dzat Allah, seperti layaknya yang dinisbatkan kepada makhluk, maka orang tersebut telah kufur. (Kitab Minhajul Qawim hal 224, karangan Syeikh Ibnu Hajar Alhaitami).

Peran Nahdlatul Ulama Dalam Dinamika Sejarah Indonesia

1. NU PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA
Pada awal pereode berdirinya, NU lebih mengutamakan pembentukan persatuan dikalangan umat Islam untuk melawan colonial belanda. Untuk mempersatukan umat islam, KH. Hasyim As’ary melontarkan ajakan untuk bersatu dan menhajukan prilaku moderat. Hal ini diwujudkan dalam sebuah konfederasi, Majlis Islam A’la Indonesia(MIAI) yang dibentuk pada tahun 1937.

Perjuangan NU diarahkan pada dua sasaran, yaitu : Pertama, NU mengarahkan perjuanganya pada upaya memperkuat aqidah dan amal ibadah ala ASWAJA disertai pengembangan persepsi keagamaan, terutama dalam masalah social, pendidikan, dan ekonomi. Kedua; Perjuangan NU diarahkan kepada kolonialisme Belanda dengan pola perjuangan yang bersifat cultural untuk mencapai kemerdekaan.

Selain itu, sebagai organisasi social keagamaan NU bersikap tegas terhadap kebijakan colonial Balanda yang merugikan agama dan umat Islam. Misalnya : NU menolak berpartisipasi dalam Milisia (wajib militer), menetang undang-undang perkawinan, masuk dalam lembaga semu Volksraad, dan lain-lain.

2. NU PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG

Pada masa penjajahan Jepang semua organisasi pergerakan nasional dibekukan dan melarang seluruh aktivitasnya, termasuk NU. Bahkan KH. Hastim Asy’ary (Rois Akbar) dipenjarakan karena menolak penghormatan kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah timur pada waktu-waktu tertentu.

Mengantisipasi prilaku Jepang, NU melakukan serangkaian pembembenahan. Untuk urusan ke dalam diserahkan kepada KH. Nahrowi Thohir sedangkan urusan keluar dipercayakan kepada KH. Wahid Hasyim dan KH. Wahab Hasbullah. Program perjuangan diarahkan untuk memenuhi tiga sasaran utama, yaitu :
Menyelamatkan aqidah Islam dari faham Sintoisme, terutama ajaran Shikerei yang dipaksakan oleh Jepang.
Menanggulangi krisis ekonomi sebagai akibat perang Asia Timur
Bekerjasama dengan seluruh komponen Pergerakan Nasional untuk melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan.

Setelah itu, Jepang menyadari kesalahanya memperlakukan umat Islam dengan tidak adil. Beberapa organisasi Islam kemudian dicairkan pembekuanya. Untuk menggalang persatuan, pada bulan Oktober 1943 dibentuk federasi antar organisasi Islam yang diberi nama Majlis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI). Pada bulan Agustus 1944 dibentuk Shumubu(Kantor Urusan Agama) untuk tingkat pusat, dan Shumuka untuk tingkat daerah.

3. NU PADA MASA KEMERDEKAAN

Pada tanggal 7 September 1944 Jepang mengalami kekalahan perang Asia Timur, sehingga pemerintah jepang akan memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Untuk itu dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI berangggotakan 62 orang yang diantaranya adalah tokoh NU (KH. Wahid Hasyim dan KH. Masykur).

Materi pokok dalam diskusi-diskusi BPUPKI ialah tentang dasar dan bentuk Negara. Begitu rumitnya pembahasan tentang dasar dan falsafah Negara makadi sepakati dibentuk “Panitia Sembilan”. Dalam panitia kecil ini NU diwakili oleh KH. Wahid Hasyim, hasilnya disepakati pada dasar Negara mengenai “Ketuhanan” ditambah dengan kalimat “Dengan kewajiaban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluknya”. Keputusan ini dikenal dengan “Piagam Jakarta”.

Sehari setelah Indonesia merdeka, Moh Hatta memanggil empat tokoh muslim untuk menanggapi usulan keberatan masyarkat non muslim tentang dimuatnya Piagam Jakarta dalam pembukaan UUD 1945. Demi menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa, KH. Wahid Hasyim mengusulkan agar Piagam Jakarta diganti dengan “Ketuhanan yang Maha Esa”. Kata “Esa” berarti keesaan Tuhan (Tauhid) yang ada hanya dalam agama Islam, dan usul ini diterima.

Pada 16 September 1945 tentara Belanda (NICA) tiba kembali di Indonesia dengan tujuan ingin kembali menguasai Indonesia. Melihat ancaman tersebut, NU segera mengundang para utusan dan pengurus seluruh Jawa dan madura dalam sidang Pleno Pengurus Besar pada 22 Oktober 1945. Pada rapat tersebut dikeluarkan “Resulusi Jihad” yang secara garis besar berisi :

Kemerdekaqan Indonesia wajib dipertahankan

Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah wajib dibela dan diselamatkan.
Musuh RI , terutama Belanda pasti akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia.

Umat Islam terutama warga NU wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawanya yang hendak kembali menjajah Indonesia.

Kewajiban Jihad tersebut adalah suatu jihad yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim (Hukumnya fardlu ‘Ain).
Resulusi Jihad ini benar-benar menjadi inspirasi bagi berkobarnya semangat juang Arek-Arek Surabaya dalamperistiwa 10 November 1945 yang dikenal dengan”Hari Pahlawan”.

4. NU DALAM MENGISI KEMERDEKAAN

Setelah Proklamasi kemerdekaan, hamper semua organisasi Islam sepakat menjadikan MASYUMI sebagai partai politik, termasuk NU. Namun pada tahun 1950 NU memutuska untuk keluar dari MASYUMI karena terjadi konflik intern. Pada Muktamar NU ke -19 di Palembang 1952 memutuskan menjadi Partai Politik, dengan demikian NU memasuki  dunia politik secara otonom dan terlubat langsung dalam persoalan-persoalan Negara. Untuk melapangkan jalan di dunia polotik, NU masuk dalam kabinet Ali Sastro Amijoyo, seperti KH. Zainul arifin (wakil perdana mentri), KH.Masykur (menteri Agama), begitu pula dengan susunan kabinet yang lain .Pada tahun 1955 diadakan pemilu yang pertama diIndonesia, NU mampu meraih suara terbanyak ketiga setelah PNI dan PKI. Hal ini tidak lepas dari peran Kyai dan Pesantren sebagai kekuatan pokok NU.

Pada pereode 1960-1966 NU tampil menjadi kekuatan yang melawan komunisme, hal ini dilakukan dengan membentuk beberapa organisasi, seperti : Banser (Barisan Ansor Serba Guna), Lesbumi (lembaga Seni Budaya Muslim), Pertanu (Persatuan Petani NU), dan lain-lain. Pada tanggal 5 Oktober 1965 NU menuntut pembubaran PKI .