Rabu, 06 Maret 2013

biografi Ibnu Majah

Ibnu Majah adalahsalah satu ulama’ yang menekuni bidang Hadis, merupakan ulama’ yang hidup pada zaman pemerintahan Dinasti Abbasiyyah tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun (198H/813M) sampai akhir pemerintahan al-Muqtadir (295H/908M). Kontribusinya terhadap perkembangan ilmu Hadis, dibuktikan dengan karya beliau yang popular yaitu Kitab Sunan Ibn Majjah. 

A.            PENDAHULUAN

Al-Quran dan As-Sunnah adalah pedoman dan panduan yang telah lulus uji coba. Dan ini terbukti dengan eksistensi keduanya yang bersifat universal dalam segala bidang dalam kehidupan. Sebagian besar Alquran memberikan garis-garis besar pedoman dan prinsip untuk semua aktivitas  hidup manusia dalam suatu kerangka global, maka dalam upaya memahami dan melaksanakan prinsip yang besifat global sunnah Rasul memainkan peranan penting, karena hadis berfungsi sebagai penjelasan terhadap Alquran kedalam kehidupan sehari-hari.

 Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. Keberadaannya dalam ajaran Islam adalah sebagai penjelas terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam al-Qur’an. Sunnah sangat diperlukan demi pemahaman yang benar akan Alquran, mengingat banyak wahyu Alquran yang diturunkan sesuai dengann keadaan yang terjadi waktu itu, maka untuk memahaminya, umat Islam harus memiliki pengetahuan tentang kehidupan rasul yang sesungguhnya dan lingkungan tempat beliau berada. Dalam sejarah, tidak sedikit ulama hadis yang telah berusaha mengumpulkan hadis-hadis rasul dan mengkodifikasikannya. Proses pengkodifikasian hadis nabi Muhammad saw telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama dan melibatkan banyak periwayatan hadis. Perhatian para ulama dalam memelihara keotentikan Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW merupakan sesuatu yang mengangumkan. Berbagai displin ilmu di dalam rumpun lmu-ilmu hadis yang behubungan dengan pemeliharaan Hadis-Hadis Nabi SAW terus berkembang dari masa ke masa.

Memasuki abad ketiga hijrah keadaaan membutuhkan perhatian yang semakin mendalam dalam mencari dan memelihara keotentikan Hadis Nabi SAW. Penulisan pada abad ini menuntut ketelitian yang lebih baik dan spesifik dalam mengklasifikasikan tingkat-tingkat periwayatan dan para perawi hadis dalam tingkat keshahihan dan kedhai`fannya. Faktor yang menyebabkan hal tersebut dikarenakan masa hadis semakin jauh dari Rasululah SAW, banyaknya orang-orang yang berani berbuat kebohongan dan pemalsuan hadis Nabi SAW dan pemisahan antara hadis dan fatwa.

Upaya para ulama dalam memelihara kemurian Hadis Nabi SAW yaitu dengan melakukan perlawatan ke daerah-daerah dalam rangka penghimpunan hadis-hadis yang belum terjangkau seperti yang dilakukan oleh Ibnu Majah, selain itu para ulama juga melakukan klasifikasi hadis kepada yang Marfu`, Mawquf dan Maqthu, serta penyeleksian kualitas hadis.[1] Pada periode ini memunculkan sebuah kitab standar sebagai rujukan hadis yang populer dengan al-Kutub al-Sittah yang terdiri dari shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Turmudzi, Sunan al-Nasa`i dan Sunan Ibn Majah.


Ibnu Majjah, sebagai salah satu ulama’ yang menekuni bidang Hadis, merupakan ulama’ yang hidup pada zaman pemerintahan Dinasti Abbasiyyah tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun (198H/813M) sampai akhir pemerintahan al-Muqtadir (295H/908M). Kontribusinya terhadap perkembangan ilmu Hadis, dibuktikan dengan karya beliau yang popular yaitu Kitab Sunan Ibn Majjah. Keberadaan Sunan Ibn Majah sebagai kitab rujukan hadis yang sudah diakui memberikan kostribusi yang amat besar bagi kita khususnya bagi ilmuan hadis yang ingin lebih mendalami lagi hadis-hadis Nabi SAW. Dalam perkembangannya, kitab Sunannya ini mendapatkan respon yang beraneka ragam dari kalangan ulama Islam. Tentunya yang dimaksud di sini adalah eksistensi kitab Sunan Ibn Majjah dalam Kutubu al-Sittah.


Beraneka ragam pandangan para ulama terhadap keberadaan kitab Sunan Ibn Majjah dalam Kutub al-Sittah, pada dasarnya dilandasi oleh pemikiran apakah kitab Sunan tersebut layak untuk menjadi kitab keenam setelah lima kitab pokok Hadis atau Kutubu al-Hamsah. Pandangan-pandangan tersebut pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang menentang dan kelompok yang mendukung atau sepakat. Walaupun terdapat kritikan terhadap beliau, tetap saja eksistensi kitab karya Ibnu Majah merupakan karya yang popular dan menjadi kitab rujukan, beliau termasuk dari ulama besar Islam yang tidak diragukan lagi,  karena kredibilitas dan loyalitasnya pada ilmu pengetahuan Islam yang sangat tinggi. Sehingga beliau termasuk dari pengarang Kutubu As-Sittah yang sangat monumental sampai sekarang.

Berangkat dari hal itu, makalah ini khusus membahas Sunan Ibn Majah sebagai salah satu kitab Rujukan Hadis Standar yang menjadi bahagian dari kitab induk yang keenam. Ada banyak kitab-kitab hadis tentunya ada berbagai macam kualitas kitab hadis. Hal inilah yang menjadi sasaran kajian dalam karya tulis ini dengan mengambil fokus kajian telaah kitab Hadis Sunan Ibn Majah. Kajian Kitab Sunan Ibn Majah merupakan kajian yang sangat menarik, mengingat eksistensi kitab ini menjadi perdebatan diantara para ulama mengenai keberadaan posisinya apakah termasuk kedalam kitab Kutub al-Sittah atau tidak. Pada akhirnya kitab ini memantapkan posisinya ke dalam kitab induk yang keenam dengan posisi paling akhir. Pembahasan dalam makalah ini menyangkut biografi Ibnu Majah, nama lengkap kitab Hadisnya, jumlah Hadisnya, penilaian ulama terhadap Kitabnya, Kitab-kitab Syarahnya, sistematika pembahasannya dan beberapa contoh Hadisnya.

B.            PEMBAHASAN
1.    Biografi Ibnu Majah

Nama lengkap Ibnu Majah adalah Muhammad Ibn Yazid al-Raba`iy al-Qazwiniy Abu Abdillah Ibn Majah al-Hafizh[2], beliau seorang hafizh terkenal penulis kitab as-Sunan. Beliau dinisbahkan kepada golongan rabi`ah dan bertempat tinggal di Qazwain, suatu kota Iran bagian Persia yang sangat terkenal dan banyak mengeluarkan ulama.[3] Beliau lahir  pada tahun 209 H, di Qozwiny daerah irak dan beliau wafat pada tanggal 22 ramadhan 273 H. jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya Abu Bakar kemudian dimakamkan oleh dua saudaranya Abu Bakar dan Abdullah serta dibantu oleh seorang anaknya Abdullah.[4] Ibnu Majah hidup pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yakni pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun (198 H/813 M) sampai akhir pemerintahan Khalifah Al-Muqtadir (295 H/908 M).

a.      Rihlah/perjalanan Ibnu Majah
Informasi kehidupan Ibnu Majah ketika masih kecil sampai proses dewasa tidak diketemukan dalam berbagai literatur. Data yang tercatat hanya berkisar tentang ketekunan Ibnu Majah dalam berburu hadis di berbagai negeri[5]. Ibnu Majah dikenal pada masanya sebagai orang yang mencintai ilmu pengetahuan terutama dalam bidang ilmu hadis, sehingga para ulama baik semasa atau sesudahnya mengakui kedalaman ilmunya. Sejak umur 15 tahun, Beliau mulai belajar hadis kepada salah seorang ulama yang bernama Ali Ibn Muhammad al-Tanasafi (w. 233 H). selanjutnya pada usia lebih kurang 21 tahun, Beliau mulai mengadakan rihlah ilmiyah ke berbagai kota dan daerah untuk mempelajari hadis dan mengumpulkannya.[6] Daerah yang dikunjungi Ibnu Majah antara lain: Irak, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, Bashrah, Mekkah, Madinah, Damaskus, ar-Ray dan Fusthath.[7]  Sebagaimana yang terlihat dalam peta.[8]

b.      Guru-guru Ibnu Majah
          Ibnu Majah dalam meriwayatkan hadis ternyata tidak hanya dari seorang guru hadis, ia banyak meriwayatkan hadis dari banyak guru diantaranya Ali bin Muhammad al-Tanafasy (w. 233 H), Jubarah Ibn al-Mughlis (w. 238) yang merupakan guru pertamanya[9]. Dengan rihlah ilmiyah tersebut Ibnu Majah dapat menghimpun dan meriwayatkan hadis-hadis dari beberapa ulama diantaranya[10] adalah:
1)      Abu Bakar bin Abi Syahbah,
2)      Muhammad bin Abdillah bin Numair,
3)      Hisyam bin Ammar,
4)      Muhammad bin Rahm,
5)      Ahmad bin al-Azhar bin Adam dan sebagainya.

c.       Murid-murid Ibnu Majah
          Kemudian hadis-hadisnya tersebut diriwayatkan oleh para ulama juga diantaranya[11] oleh:
1)      Muahmmad bin Isa al-Abhari,
2)      Abu al-Hasan al-Qaththan,
3)      Sulaiman bin Yazid al-Qazwiny,
4)      Ibnu Sibawaih,
5)      Ishaq bin Muhammad dan lain-lain.
          Dengan kepiawaiannya Abu Ya`la al-Khalily al-Qazwiny berkomentar bahwa Ibn Majah adalah orang yang terpercaya, diakui dan dapat dijadikan hujjah, punya ilmu yang banyak dan kuat hapalannya. Al-hafidz al-Dzahabi menyebutnya sebagai al-Hafidz al-Kabir dan Mufassir, yang menulis al-Sunan dan al-Tafsir. Kata al-Hafidz al-Naqid ibn Katsir, Ibnu Majah adalah penulis kitab al-Sunan yang masyhur dan merupakan bukti karyanya yang nyata, ia memiliki ilmu yang luas, rajin, dan hadis-hadisnya dijadikan dasar ushul dan furu`. Sebahagian ulama lain meyebutkan sebagai seorang yang luar biasa dibidang ilmu dan keadilan.
          Di samping itu, ada beberapa ulama dan mendudukannya dalam jajaran muhadditsin yang pendapatnya dapat dijadikan hujjah dan ada juga yang mengkritiknya. Dan pada akhirnya, pujian tersebut mengangkat status Sunan Ibn Majah ke dalam jajaran kitab induk yang dijadikan sebagai salah satu sumber utama sebagai kitab hadis.

d.      Karya-karya Ibnu Majah
          Selain sebagai Muhaddits, Ibnu Majah juga dikenal sebagai Mufassir dan Muarrikh, ini dapat dilihat dari karya-karya beliau yaitu:
1.      kitab Sunannya yaitu Sunan Ibn Majah,
2.      Tafsir al-Qur`an al-Karim lengkap
3.      Al-Tarikh yang berisi tentang sejarah para perawi hadis sejak masa sahabat hingga masa hidupnya.
          Akan tetapi karyanya selain kitab Sunan Ibn Majah telah hilang. kitab Ibnu Majah yakni Tafsir Al-Qur’an ditulis hanya sebatas terjemahannya saja keberadaannya dapat dijumpai sampai sekarang namun masih dalam bentuk manuskrip. dan Kitab Tarikh-nya sampai saat ini belum ada informasi yang pasti tentang keberadaan kitab tersebut. namun adanya dugaan sebuah kitab tentang Tarikh yang dinisabahkan kepada Ibn Majah yakni Tarikh al-Khulafa[12].

2.    Nama lengkap Kitab hadisnya
          Kitab Sunan Ibn Majah adalah bukan nama yang diberikan oleh Ibnu majah sendiri, kitab ini pada mulanya bernama al-Sunan. Untuk mencegah adanya kekeliruan maka para ulama memberikan kejelasan nama terhadap kitab ini dan pada akhirnya ulama sepakat agar kitab ini dinisbahkan kepada nama penulisnya yakni Ibnu Majah, sehingga kitab ini populer di sebut dengan Sunan Ibn Majah. Kegemaran Ibnu majah semenjak berumur 15 tahun akan ilmu hadis membuat ia tak bosan mencari dan menemukan hadis yang tersebar diberbagai ulama hadis tanpa memandang dimana ulama hadis itu berada, sehingga berkat ketekunannya pada akhirnya Ibnu majah menjadi ulama hadis yang sangat masyhur pada zamannya.

Ibnu Majah memiliki karya besar dalam disiplin ilmu hadis yang berjudul kitab sunan dan dikenal dengan nama Sunan Ibn Majah.[13] Kitab ini dinisbatkan kepada pemiliknya yaitu Sunan Ibn Majah.[14]  Kata as-Sunan adalah bentuk jamak dari kata sunnah. Kitab as-Sunan adalah kitab kitab hadis yang isinya disusun berdasarkan bab-bab fikih sehingga mudah bagi Ahli fikih untuk menelusuri hadis. Kitab jenis ini hanya memuat hadis-hadis tertentu bukan semua aspek ajaran Islam. Kitab sunan memuat hadis shahih, hasan dan dhaif.[15]

          Keahlian dalam ilmu hadis ditunjang dengan koleksi hadisnya yang sangat banyak membuat beliau berkeinginan menyeleksi dan mengumpulkan (kodifikasi) hadit yang beliau terima dari guru-gurunya yang tentunya dengan terlebih dahulu adanya upaya penyaringan berdasarkan segi kualitasnyya. Adapun jika dilihat dari motivasi kenapa Ibnu Majah menyusun kitab hadis diperkirakan sebagai berikut:
a.        Pada masa hidup Ibnu majah kondisi pada waktu itu adalah puncak atau zaman keemasan dari pada ilmu hadis hal itu terlihat dari banyaknya pembukuan hadis secara besar-besaran. Dengan kondisi itu dimungkinkan Ibnu majah pun termotivasi untuk melakukan hal yang sama.[16]
b.       Pada masa hidup Ibnu Majah adalah pada masa maraknya penyebaran hadis-hadis palsu yang diriwayatkan oleh kaum zindiq[17]. Sehingga dengan kondisi seperti itu para ulama dalam penyusunan dan pemilahan hadis menggunakan parameter tertentu yang dikenal dengan istilah ilmu ‘ulumul hadis
          Sunan Ibn Majah merupakan rujukan hadis yang terakhir dengan sebutan al-Kutubu al-Sittah. Ibnu Thahir al-Maqdisi memandang sunan ini sebagi kitab induk yang keenam.[18] Adapun yang pertama kali menjadikan susunan kitab ini termasuk ke dalam kitab induk yang keenam ialah Ibnu Thahir al-Maqdisy, kemudian diikuti oleh al-hafizh Abd al-Ghany al-Maqdisy dalam kitab al-Ikmal.[19]
          Namun, sebahagian ulama memandang al-Muwaththa` sebagai kitab induk yang keenam. Ada pula yang memandang sunan ad-Darimy sebagai kitab induk yang keenam. Ada yang menerapkan kitab induk yang keenam, al-Muntaqa susunan Ibnu Jarud. Walaupun terdapat perbedaan dalam menetapkan kitab induk yang keenam tersebut, tetap saja yang terkenal adalah kitab Sunan Ibn Majah sebagai kitab induk yang keenam.
          Imam Ibnu Majah memiliki karya besar dalam disiplin ilmu hadis yang sangat bermanfaat bagi umat islam.  Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Katsir bahwa Ibnu Majah sebagai pengarang kitab sunan yang penyusunannya memiliki keluasan ilmunya dalam bidang ushul dan furu`.[20] Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abu Zar`ah mengenai kekagumannya terhadap kitab Sunan Ibn Majah ini ketika Ibn Majah menunjukkan kitabnya kepadanya, maka Abu Zar`ah berkata” Menurutku jika kitab ini telah sampai di tangan orang orang, maka kitab jami` atau kebanyakan kitab lainnya tidak akan terpakai” selanjutnya, dia berkata” di dalam kitab ini barangkali tidak sampai terbilang 30 hadis yang sanad sanadnya dhaif.”[21] Dapat kita pahami dari keterangan di atas,  bahwa kitab Sunan Ibn Majah tidak diragukan lagi keotentikannya, walaupun terdapat perbedaaan di antara ulama, tetap saja Kitab ini menjadi rujukan utama dan juga termasuk ke dalam kitab induk yang keenam sebagai kitab rujukan hadis-hadis  dari Rasulullah SAW.

3.    Jumlah Hadis Sunan Ibn Majah
Adapun jumlah hadis yang termuat didalam kitab Sunan Ibn Majah  sebanyak 4341 Hadis, 3002 di antaranya telah termuat di dalam kitab-kitab hadis lainnya, sedangkan 1339 lainnya merupakan tambahan yang tidak terdapat di dalam kitab standar hadis yang lain.[22]  Hal tersebut senada dengan yang dituliskan Di dalam buku karangan Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, menerangkan bahwa jumlah hadis Sunan Ibn Majah sebanyak 4341 buah hadis. 3002 hadis diantaranya diriwayatkan oleh Ashhab al-Khamsah dan 1339 buah hadis diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Didalamnya terdapat hadis shahih, hasan dhaif dan wahi.[23]
Syeikh Muhammad Fuad Abd al-Baqi setelah mengadakan penelitian terhadap hadis-hadis tambahan yang termuat di dalam kitab Sunan Ibn Majah menunjukkan bahwa diantara 1339 hadisnya, 428 hadis diriwayatkan oleh perawi yang siqah dengan sanad yang shahih, 199 hadis berkualitas hasan, 613 hadis bersanadkan dha`if dan 99 yang lain sanadnya sangat lemah, munkar dan dituduh dusta.[24]
          Para ulama mempunyai perbedaan pendapat mengenai jumlah hadis Sunan Ibn Majah, hal ini terjadi karena dari sudut pandang para ulama, sebahagian melihat bahwa sebuah hadis dapat dibagi menjadi beberapa bab, beberapa sub bab, beberapa jilid dan beberapa jumlah atau berbeda dalam mengelompokkannya. Muhammad Abu Syuhbah berpendapat bahwa jumlah hadis Sunan Ibn Majah berjumlah 4000 yang terinci dalam 32 bab dan 1500 sub bab.[25]
          Sedangkan menurut Nawir yuslem bahwa jika dilihat langsung dari Kitab Sunan Ibn Majah mulai jilid I sampai jilid II cetakan Beirut oleh penerbit Dar al-Fikr, menunjukkan bahwa jumlah seluruh hadisnya adalah 4341 buah, terbagi menjadi 37 bab dan 1515 sub bab. Kitab pertama adalah “ Muqaddimah” yang diawali dengan bab “ itbasunnah Rasulillah SAW.” Dan kitab terakhirnya adalah tentang al-Zuhd.[26]
            Sementara itu dalam versi lain yakni oleh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Ustman al-Zahabi (673-748 H) mengatakan bahwa hadis yang terdapat dalam Kitab Sunan Ibn Majah adalah 4000 hadis yang terbagi dalam 32 Kitab dan 1500 Bab[27], pendapat yang senada juga diungkapkan oleh Abu al-Hasan al-Qattan (334-415 H) dengan mengatakan kitab Sunan Ibn Majah memuat 32 kitab, 1500 bab dan sekitar 4000 hadis[28]. Sajian yang lebih lengkap diungkapkan oleh Muhammad Mustafa ‘Azami sebagaimana yang ia kutip dari Fuad Abdul Baqi mengkalsifikasikan hadis yang terkodifokasi dalam kitab Ibnu Majah dengan tingkat kualitasnya sebagai berikut:[29]
428 hadis dari 1. 339 hadis termasuk dalam katagori hadis Shahih.
199 hadis dari 1. 339 hadis termasuk dalam katagori hadis Hasan.
613 hadis dari 1. 339 hadis termasuk dalam katagori hadis lemah isnad-nya.
99 hadis dari 1.339 hadis termasuk dalam katagori hadis munkar dan makdzub

4.    Penilaian Ulama terhadap Kitab Sunan Ibn Majah
Perbedaan pendapat yang terjadi dari kalangan ulama muhadditsin bertitik tolak dari kedudukan Kitab Sunan Ibn Majah, apakah termasuk ke dalam kitab induk yang enam atau tidak. Terjadinya perbedaan tersebut juga mendatangkan dukungan dan kritikan terhadap kitab beliau. 

a.      Kedudukan Kitab Sunan Ibn Majah
          Para ulama hadis yang terdahulu dan sebahagian ulama mutaakhirin menganggap bahwa jumlah Ushul Kitab al-Hadis (kitab hadis standar) hanya lima yaitu Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Nasai dan Sunan al-Turmidzi. Sementara Sunan Ibn Majah belum termasuk ke dalam jajaran al-Kutub al-Khamsah karena derajatnya atau tingkatnya terlambat untuk disetarakan dengan kitab induk hadis yang lima ini. 
Dalam seperempat atau sepertiga abad setelah itu, muncullah pendapat adanya al-Kutub al-Sittah seiring proses perkembangan ilmu. Para ulama mulai menulis biografi para perawi hadis yang hadisnya tertulis dalam buku karyanya masing-masing sehingga memunculkan banyak buku-buku tentang hal tersebut. Sunan Ibn Majah menduduki jajaran yang terakhir dalam peringkat kitab induk hadis keenam (al-Kutub al-Sittah), hal ini dikarenakan di dalamnya terdapat beberapa hadis yang tidak didapati dalam kitab lima[30], yang memberikan manfaat besar khususnya dalam bidang ilmu fikih. Diantara ulama yang memasukkan Kitab Sunan ini ke dalam jajaran kitab induk yang keenam (al-Kutub al-Sittah) yaitu Ibnu Tahir al-Maqdisi, kemudian diikuti oleh al-Hafizh Abd al-Ghani al-Maqdisi.[31]
Meskipun demikian ada diantara para ulama yang tetap memasukan Kitab al-Muwatta’ karya Imam Malik ini dalam deretan Kutub al- Sittah bukan kitab Sunan Ibn Majah. Diantara para ulama tersebut adalah Abul Hasan Ahmad bin Razin al-Abdari al-Sarqasti (wafat tahun 535 H)[32], pendapat ini pada akhirnya diikuti oleh Abus Sa’adat Majduddin Abnul Atsir al-Jazairi al-Syafi’I (wafat 606 H), Al-Zabidi al-Syafi’I (wafat tahun 944), Ibnu Hajar (wafat tahun 852 H). Kelompok ini tetap kokoh dalam pendiriannya yang mengatakan bagaimanapun kitab al-Muwatta’ karya imam malik itu lebih unggul nilainya dari pada kitab Sunan Ibn Majah. Disamping itu ada beberapa sisi kelemahan kalau tidak dikatakan keteledoran dari Ibnu Majah adalah bahwa beliau ketika menjumpai atau menulis hadits yang dinilai lemah dalam kitabnya tidak disertai dengan catatan komentar tentang hadits lemah tersebut, hal tersebut berbeda dengan yang dilakukan oleh Al-Tirmidzi dan Abu dawud[33].
Perhatian para ulama yang tertuju kepada Ibnu Majah adalah dengan mencurahkan perhatian mereka dari sisi periwayatan, penelitian dan penyalinan sebagaimana kitab yang lain. Penyusunan biografi Ibnu Majah telah terangkum dalam penyusunan biografi para perawi yang telah diakui di dalam al-Kutub al-Sittah.[34] Pada akhirnya, walaupun Kitab Sunan Ibn Majah ini mendapatkan kritik dari sejumlah ulama dengan pendapat bahwa dalam kitab ini terdapat hadis mawdhu`, akan tetapi hadis mawdhu` tersebut jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan keseluruhan hadis yang tercatat di dalamnya.[35]
Selain itu juga, harus diakui bahwa kitab ini telah memberikan konstribusi yang patut disyukuri, karena sampai saat ini, kitab ini masih menjadi sumber acuan bagi mereka yang ingin mendalami dan menelusuri hadis-hadis dengan merujuk kepada kitab tersebut.

b.      Kritik terhadap Kitab Sunan Ibn majah
          Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Abu Syu’bah bahwa diantara ulama yang mengkritik Sunan Ibn Majah adalah Al-Hafiz Abu faraj Ibnul Jauzi, beliau mengatakan bahwa dalam kitab Sunan Ibn Majah terdapat tiga puluh hadits yang tergolong hadits maudu’. Diantara tiga puluh hadits yang dikritik oleh Ibnu al-Jauzi disepakati oleh para ulama hadits. Akan tetapi kritik yang dilancarkan oleh Ibnu al-Jauzi mendapatkan bantahan dari Imam al-Suyuti sebagai salah satu pen-Syarah kitab Sunan Ibn Majah. Ungkapan yang lebih ekstrim dari ucapan Ibnu al Jauzi diatas adalah ucapan Al-Mizzi sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abu Syu’bah dengan mengatakan bahwa “Semua hadits yang hanya diriwayatkan oleh Ibnu Majah sendiri adalah da’if[36]. Kritik tersebut juga mendapat bantahan dari Al-Hafiz Syihabuddin al-Busairi al-Misri (wafat tahun 840 H) sebagaimana dikutip oleh Muhammad Mustafa Azami beliau membahas hadits-hadits tambahan (zawa’id) dalam Sunan Ibn Majah yang tidak terdapat dalam Kitab Kutub al Khamsah dan juga beliau melengkapi dengan menunjukan derajat hadits itu: ada yang termasuk dalam katagori hadits shahih, hasan, da’if atau maudu’[37].
          Akan tetapi, walaupun terdapat beberapa ulama yang mengkritik hadis Sunan Ibn Majah,  tetap saja Kitabnya masuk sebagai peringkat yang keenam dari kitab Induk Hadis, alasannya adalah karena Kitab Sunan Ibn Majah mempunyai kelebihan yaitu hadis tambahan (Zawaid) yang tidak terdapat di dalam kitab induk yang kelima juga termasuk di dalam al-Muwaththa Imam Malik, selain itu kitab Sunan Ibn Majah ini juga mempunyai sistematika penulisannya memberikan kemudahan bagi para peneliti hadis untuk mendapatkan apa yang ingin dicari. Itulah sebabnya setelah melalui proses panjang ulama mutaakhirin menempatkan Sunan Ibn Majah melengkapi jajaran Kutub al-Sittah sekalipun di nomor terakhir. Hal itu tidak lepas dari keberadaan 1339 hadits zawa’id yang kemudian menjadi bahan bermanfaat bagi pengembangan hazanah ilmu fiqih.[38]
          Dapat dilihat juga beberapa sanjungan ulama yang tertuju kepada Ibnu Majah mengenai Kitab beliau, seperti Abu Zar`ah, Jalaluddin al-Suyuthi yang telah menyusun syarah beliau, Ibnu Katsir dan yang lainnya. Menurut Ibnu Katsir bahwa Sunan Ibn Majah adalah sebuah kitab yang banyak faedahnya dan baik susunan bab-babnya dalam bidang fiqh.[39]

5.    Kitab Syarah Sunan Ibn Majah
          Kitab Sunan Ibn Majah banyak mendapat perhatian ulama, bentuk dari perhatian tersebut terdapat sejumlah ulama yang memberikan perhatiannya dalam mensyarahkan kitab ini, adapun kitab syarah yang telah tersusun yaitu:
1.      Kitab al-I`lam bi Sunanihi Alaihi al-Salam oleh imam Mughlata`i
          (W. 762 H)
2.      Kitab al-Dibaj oleh Muhammad ibn al-Damiri (W. 808 H)
3.      Kitab Syarah yang disusun oleh Ibraim Bin Muhammad al-Halaby
(w. 842 H)
4.      Misbah al-Zujajah `Ala Sunan Ibn Majah oleh al-Hafizh Jalal al-Din al-Suyuthy (w. 911 H)
5.      Kitab Syarah yang ditulis oleh Syeikh al-Sindy al-Madany (w. 1128 H).
          Kitab Syarah yang ditulisnya cukup singkat yaitu menyangkut hal-hal yang penting saja, dan Syarah ini ditulis di bagian pinggir dari matan Sunan tersebut. Selain kitab Syarah diatas, kitab Sunan Ibn Majah yang ada saat ini juga telah ditahqiq teks-teksya, serta diberi nomor bab-babnya dan hadis-hadisnya telah diberimkomentar (ta`liq) oleh Imam Muhammad Fu`ad `Abd al-Baqiy yang selanjutnya diterbitkan oleh penerbit Dar al-Fikr, Beirut.[40]

6.    Sistematika pembahasan Sunan Ibn Majah
          Ciri utama dari kitab ini sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Mustafa Azami bahwa Kitab Sunan Ibn Majah adalah salah satu yang terbaik dilihat dari sistematika penyusunannya yang disusun judul perjudul dan sub-bab dengan sistematika fikih. Hal ini diakui oleh para ulama. Dan kitab ini tidak banyak mengalami pengulangan hadis[41].
          Kitab Sunan Ibn Majjah yang terdiri atas 2 Juz, 37 kitab, 1515 bab dan 4341 Hadis , disusun berdasarkan masalah hukum fiqh. Hal ini memudahkan kita untuk mengakses Hadis-Hadis yang terdapat di dalamnya sesuai dengan kebutuhan. Untuk lebih jelasnya bagaimana sistematika penulisan Kitab Sunan Ibn Majjah, dapat di lihat dalam tabel di bawah ini.[42]

الصفحة
الجزء
الموضوع
الرقم
٣
١
مقدمة الناشر
۱
٤
١
منهجية التحقيق
۲
١٠
١
ابن ماجه صاحب السنن
۳
١٣
١
ما هو الحديث المقبول
٤
١٧
١
باب اتباع سنة رسول الله صلعم
٥
٢٠
١
باب تعظيم حديث رسول الله صلعم
٦
١٠٠
١
كتاب الطهارة و سننها
٧
٢١٥
١
كتاب الصلاة
٨
٢٢٨
١
كتاب الآذان و السنة فيها
٩
٢٣٩
١
كتاب المساجد و الجماعات
١٠
٢٥٨
١
كتاب إقامة الصلاة و السنة فيها
١١
٤٥٤
١
كتاب الجنائز
١٢
٥١٤
١
كتاب الصيام
١٣
٥٥٧
١
كتاب الزك�5;ة
١٤
٥٧٩
١
كتاب النكاح
١٥
٦٣٣
١
كتاب الطلاق
١٦
٦٥٨
١
كتاب الكفارات
١٧
٦٧٣
١
كتاب التجارات
١٨
٧٢٦
١
كتاب الأحكام
١٩
٧٤٨
١
كتاب الهبات
٢٠
الصفحة
الجزء
الموضوع
الرقم
٣
٢
كتاب الصدقات
١
١٨
٢
كتاب الرهون
٢
٣٥
٢
كتاب الشفعة
٣
٣٨
٢
كتاب اللقطة
٤
٤٢
٢
كتاب العتق
٥
٤٩
٢
كتاب الحدود
٦
٧٥
٢
كتاب الديات
٧
١٠٠
٢
كتاب الوصايا
٨
١٠٧
٢
كتاب الفرائض
٩
١١٩
٢
كتاب الجهاد
١٠
١٥٩
٢
كتاب المناسك
١١
٢٣٦
٢
كتاب الأضاحي
١٢
٢٤٩
٢
كتاب الذبائح
١£5;
٢٦١
٢
كتاب الصيد
١٤
٢٧٨
٢
كتاب الأطعمة
١٥
٣١١
٢
كتاب الاشربة
١٦
٣٢٩
٢
كتاب الطب
١٧
٣٦٣
٢
كتاب اللباس
١٨
٣٩٢
٢
كتاب الأدب
١٩
٤٣٧
٢
كتاب الدعاء
٢٠
٤٦٠
٢
كتاب تعبير الرؤيا
٢١
٤٧١
٢
كتاب الفتن
٢٢
٥٣٦
٢
كتاب الزهد
٢٣
         
          Berdasarkan uraian tabel diatas, nampak sekali bahwa Ibnu Majah menyusun hadis-hadis dengan menggunakan sistem tema yakni disusun dengan tema-tema fikih yang dimulai dari tema (kitab) taharah. Yang menarik dari penyusunan tema di atas adalah bahwa Ibnu Majah mengakhirkan kitab zakat setelah kitab puasa dan kitab haji diletakannya jauh setelah kitab jihad. Hal ini kemungkinan Ibnu Majah memandang haji itu lebih dekat dengan jihad demikian juga dengan ibadah-ibadah lainnya. Permasalahan haji nampaknya bagi Ibnu Majah perlu mendapatkan perhatian khusus.
          Adapun permasalahan metode penghimpunan hadis-hadis yang dilakukan oleh Ibnu Majah nampaknya tidak dapat diketahui dengan mudah meskipun kita membaca kitab tersebut. Sehingga para Ulama melakukan ijtihad tentang metode yang dilakukan oleh Ibnu Majah. Para ulama menduga bahwa kitab hadis yang dikarang oleh Ibnu Majah disusun berdasarkan masalah hukum. Disamping itu juga, beliau memasukan masalah-masalah lainnya diantaranya tentang masalah zuhud, tafsir dan sebagainya. Dan hadis-hadis yang terdapat dalam kitabnya terdapat hadis yang mursal dengan tidak menyebutkan periwayat ditingkat pertama (sahabat). Hadis semacam itu dalam Kitab Sunan Ibn Majah terdapat kurang lebih 20 hadis. Sedangkan jika hadis-hadis yang terdapat dalam Kitab Sunan Ibn Majah dilihat dari segi kualitasnya terdapat berbagai macam-macam hadis: Shahih, hasan bahkan ada yang dha’if, munkar, batil, maudhu’. Hadis-hadis yang dinilai cacat tersebut dalam kitabnya tidak disebutkan sebab atau alasan kenapa Ibnu Majah memasukan hadis tersebut dalam kitabnya[43].
          Contoh beberapa hadis yang terdapat dalam Kitab Sunan Ibn Majah

باب في فضائل أصحاب رسول الله صلعم
حدثنا محمد بن عبد أبو عبيد المد يني. ثنا عبد الملك بن الماجشون. حدثني الزنجي بن خالد, عن هشام بن عروة, عن أبيه, عن عائشة, قالت: قال رسول الله صلعم " اللهم أعز الإسلام بعم 85; بن الخطاب خاصة".(hadis ke 105 jilid 1)[44]

في الزوائد: حديث عائشة ضعيف. فيه عبد الملك بن الماجشون, ضعفه بعض.

كتاب الطهارة و سننها
باب السواك
حدثنا محمد بن عبد العزيز. ثنا مسلم بن إبراهيم. ثنا بجر بن كنيز, عن عثمان ابن ساج, عن علي بن أبي طالب: قال: إن أفواهكم طرق اقران. فطيبوها بالسواك [45]
(hadis ke 291 jilid 1)
في الزوائد: 73;سناده ضعيف

باب المسامون شركاء في ثلاث
حدثنا محمد بن عبد الله بن يزيد. ثنا سفيان عن أبي الزناد, عن الأعرج, عن أبي هريرة: أن رسول الله صلعم قال "ثلاث لا يمنعن: الماء و الكلأ و النار".[46]
(Hadis ke 2473 jilid II)    
في الزوائد: هذا إسناد صحيح

باب  معيشة ال محمد صلعم
حدثنا سويد بن سعيد. ثنا علي بن مسهر عن الأعمش, عن أبي صالح, عن أبي هريرة, قال أتي رسول الله صلعم يوما بطعام سخن. فأكل. فلما فرغ قال" الحمد لله اماد خل بطني طعام سخن منذ كذا و كذا".[47]
(hadis ke 415 jilid 2)

في الزوائد: إسناده حسن

باب الاقتصاد فِي طلب المعيشه

2142 - حد¡7;ثنا هِشَامُ بْنِ عَمَّارٍ. حدّثنا إِسْماَعِيلَ بْنِ عَيَّاشٍ. عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ، عَنْ رَبِيعَةَ ابْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمنِ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ سَعِيد الْأَنْصَارِيِّ، عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ؛ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم - ((أَجْمِلُوا فِي طَلبِ الدّنْيَا فَإِنَّ كُلاَّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ))
فِي الزوائد: فِي إسناده يَزِيد الرقاشي، والحسن بْنِ مُحَمَّد بْنِ عُثْماَن وإِسْماَعِيلَ بْنِ مهرام

2143- حدثّنا إِسْماَعِيلَ بْنُ بِهْرَامٍ حدثّنا اَلْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عُثْماَن زَوْجِ بِنْتِ الشَّعبِيِّ حدثّنا سُفْيَانُ عَنْ الأَعْمَشِ عَنْ يَزِيد الرَّقَاشِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم - (( أَعْظَمُ النَّاس هَمَّاً الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَهُمُّ بِأَمْرِ دُنْيَاَهُ وَأَمْرِ آخِرَتِهِ))
قَالَ أَبُو عَبْدِ اللّهِ :هذَا حَدِيثٌ تَفَرَّدَ بِهِ إِسْماَعِيلَ
فِي الزوائد : فِي إسناده يَزِيد الرقاشي والحسن بن محمد بن عُثْماَن وإِسْماَعِيلَ بن بهرام

باب التوقي فِي التجارة

2145 - حدّثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللّهِ بْنِ نُمَيْرٍِ. حدّثنا أَبُو مُعَاويَةَ عَنْ الأَعْمَشِ، عَنْ شَقِيٍ، عَنْ 602;َيْسِ بْنِ أَبِي غَرَزَةَ؛ قَالَ: كنَّا نُسَمَّ 609;، فِي عَهْدِ رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم السَّمَاسِرَةَ. فَمَرَّ بِنَا رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم فَسَمَّانَا بِاسْمٍ هُوَ أَحْسَنُ مِنْهُ فقال:  ((ياَ مَعْشَرَ التُّجَّارِ إنَّ الْبَيْعَ يَحْضُرُهُ اَلْحلِفَ وَاللَّغْوُ فَشُوبُوهُ بِالصَّدَقَةِ))

2146 - حدّثنا يَعْقُوبُ بْنُ حُمَيْدِ بْنِ كاَسِبٍ. حدّثنا يَحْيَى بْنِ سُلَيْمٍ الطَّائِفيُّ، عَنْ عَبْدِ اللّهِ ابْنِ عُثْماَن بْنِ خُثَيْمٍ، عَنْ إِسْماَعِيلَ بْنِ عُبَيْدِ بْنِ رِفَاعَةَ، عَنْ أَبِيِه عَنْ جَدِّهِ رِفَاعَةَ؛ قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم فَإِذَا النَّاسُ يَتَبَايَعُونَ بُكْرَةً. فَنَادَاهُمْ  ((ياَ مَعْشَرَ التُّجَّارِ)) فَلَمَّا رَفَعُوا أَبْصَارَهُمْ، وَمَدُّوا أَعْنَاقَهُمْ. قَالَ: ((إِنَّ التِّجَارَ يُبْعَثُونَ يَوْ 605;َ الْقِيَامَةِ فُجَّاراً. إِلَّا مَنِ اتَّقَى اللّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ)).

باب الصناعات

2149 - حدّثنا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ. حدّثنا عَمْرُو بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْقُرَشِيُّ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي أُحَيْحَةَ، عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ؛ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم - ((مَابَعَثَ اللّهُ نَبِيَّاً إِلا رَاعِيَ غَنَمٍ)) قَالَ لَهُ أَصْحَابُهُ: وَأَنْتَ ياَ رَسُول ُاللّهِ ! قَالَ ((وَأَنَا كنْتُ أَرْعَاهَا لِأَهْلِ مَكَّةَ بِالْقَرَارِيطِ))
قَالَ سُوَيْدٌ يَعْنِي كُلُّ شاَةٍ بِقِيرَاطٍ.

2150 - حدّثنا مُحَمَّدُ بْنِ يَحْيَى. حدّثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الُخزَاعِيُّ، وَالحَجَّاجُ، وَالْهَيْثَمُ ابْنِ جَمِيلٍ؛ قَالُواœ3; حدّثنا حَمَّادٌ عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَبِي رَافِعٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّ رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم قَالَ: - ((كَانَ زَكَرِيَّا نَجَّاراً))

2151 - حدّثنا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ. حدّثنا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَائِشَةَ؛ أَنَّ رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم قَالَ: - ((إِنَّ أَصْحَابَ الصُّوَرِ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مُحَمَّدَ خَلَقْتُمْ))

2152 - حدّثنا عَمْرُو بْنِ راَفِعٍ. حدّثنا عُمَرُ بْنُ هارُونَ، عَنْ هَمَّامٍ، عَنْ فَرْقَدٍ السَّبِخىِّ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ عَبْدِ اللّهِ بْنِ الشِّخِّيرِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ قَالَ؛ قَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم- ((أَكْذَبُ النَّاسِ الصَّبَّاغُونَ وَالصَّوَّاغُونَ))

فِي الزوائد: إسناده ضعيف لأن فيه فرقد السبخي، ضعيف. وعمر بْنِ هرون، كذبه ابْنِ المعين وغير 07;.

باب الحكرة والجلب

2153 - حدّثنا نَصْرُ بْنُ عَلِىٍّ اَلْجْهَضَمِيُّ. حدّثنا أَبُو أَحْمَدَ. حدّثنا إِسْرَائِيلُ عَنْ عَلِىِّ بْنِ سَالِمِ ابْنِ ثَوْبَانَ، عَنْ عَلِىٍّ بْنِ زَيْدِ بْنِ جَدْعَانَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ عُمَرَ بْنِ اَلْخطَّابِ؛ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم - ((اَلْجالِبُ مَرُزُوقٌ وَالْمُحَتِكرُ مَلْعُونٌ))
فِي الزوائد: فِي إسناده على بْنِ زيد بْنِ جدعان، وهو ضعيف.

2154 - حدّثنا أَبُو بَكْرٍ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ. حدّثنا يَزِيدُ بْنُ هارُونَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللّهِ بْنِ نَضْلَةَ؛ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم - ((لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِىءٌ)).
2155 - حدّثنا يَحْيَى بْنِ حَكِيمٍ. حدّثنا أَبُو بَكْرٍ اَلْحَنفِيُّ. حدّثنا الهيثم بْنِ رافع. حدثني أَبُو يَحْيَى المكي، عَنْ فروخ مولى عُثْماَن بْنِ عفان، عَنْ عمر بْنِ الخطاب؛ قَالَ: سمعت رَسُولُ اللّهِ صلى اللّهِ عليه وسلم يَقُولُ - ((مَ 606;ِ احْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَاَماً ضَرَبَهُ اللّهُ بِالْجَذامِ وَالِإفْلاسِ)).
فِي الزوائد: إسناده صحيح، ورجاله موثوقون. أَبُو يَحْيَى المكي والهيثم بْنِ معين، قد ذكرهما ابْنِ حبان فِي الثقات. والهيثم بْنِ رافع، وثقه ابْنِ معين وأبو داود. وأبو بَكْرٍ الحنفي، واسمه عَبْد الكبير بْنِ عَبْد المجيد، احتج به الشيخان. وشيخ ابْنِ ماجه، يَحْيَى بْنِ حكيم، وثقه أَبُو داود والنسائي وغيرهما.

باب أمر الراقي

2156 - حدّثنا مُحَمَّدُ بْنِ عَبْد اللّهِ بْنِ نُمَيْرٍِ. حدّثنا أَبُو مُعَاويَةَ. حدّثنا الأَعْمَشِ عَنْ جَعفَرِ بْنِ إِياَسٍ، عَنْ أَبِي نَضْرَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيد الْخُدْرِيِّ 63; قَالَ: - بَعَثَنَا رَسُولُاللّهِ صَلَى اللّهِ عَلَيهِ وَسَلَمْ ثَلاِثينَ رَاكِباً فِي سَرِيَّةٍ. فَنَزَلْناَ بِقَوْمٍ. فَسَأَلْنَاهُمْ أَنْ يَقْرُوناَ. فَأَبوْا. فَلُدِغَ سَيِّدُهُمْ فَأَتَوْناَ فَقَاْلوا: أَفِيكُمْ أّحَدٌ يَرْقِى مِنَ العَقْرَبِ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ أَنَا. وَلكِنْ لا أَرْقِيهِ حَتَّى تُعْطُونَا غَنَماً. قَاُلوا فإِنَّا نُعْطِيكُمْ ثَلاثِينَ شَاةً. فَقَبِلْنَاهَا. فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ ((اَلْحمْدُ)) سَبْعَ مَرَّاتٍ. فَبَرِىءَ وَقَبَضْنَا الْغَنَمَ.
فَعَرَضَ فِي أَنْفُسِنَا مِنْهَا شَيْءٌ. فَقُلْنَا: لا تَعْجَلُوا حَتَّى نَأْتِىَ النَّبِيَّ صَلى اللّهِ عَلَيهِ وَسَلَم فَلَمَّا قَدِمْنَا ذَكَرْتُ لَهُ ا;لَّذ;ي صَنَعْتُ. - فَقَالَ: ((أَوَمَا عَلِمْتَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ اقْتَسِمُوهَا وَأضْرِبُوا لِى مَعَكُمْ سَهْمَاً)).
حدّثنا أَبُو كُرَيْبٍ. حدّثنا هُشَيْمٌ. حدّثنا أَبُو بِشْرٍ عَنْ ابْنِ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ، عَنْ أَبِي الْمُتَوَكَّلِ، عَنْ أَبِي سَعِيد، عَنْ النَّبيِّ صَلَى اللّهِ عَلَيهِ وَسَلَمْ بِنَحْوِهِ. ((حدّثنا)) وَحَدَّثنا مُحَمَّدُ بْنِ بَشَّارٍ. حدّثنا مُحَمَّدُ بْنِ جَعْفَرٍ. حدّثنا شُعْبَةُ عَنْ أَبِي بِشْرٍ، عَنْ أَبِي اْلمُتَوَكِّلِ، عَنْ أَبِي سَعِيد، عَنْ النَّبيِّ صَلى اللّهِ عَلَيهِ وَسَلَمْ بِنَحْوِهِ.
قَالَ أَبُو عَبْد اللّهِ: وَالصَّوَابُ هُوَ أَبُو اْلمُتَوَكِّلِ.

باب الأجر على تعليم القرآن

2157 - حدّثنا عَلِىُّ بْنِ مُحَمَّدٍ، وَمُحَمَّدٍ بْنِ إِسْماَعِيلَ. قاَلا: حدّثنا وَكِيعٌ. حدّثنا مُغِيرَة بْنِ زِياَدٍ الْمَوْصِلِيُّ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ نُسَىٍّ، عَنْ الأسْوَدِ بْنِ ثَعْلَبَةَ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِت؛ قَالَ: عَلَّمْتُ ناَسَاً مَنْ أَ 607;ْلِ الصّفَّه الْقُرْآن وِالْكِتَابَةَ. فَأَهْدَى إِلَى رَجُلٌ مِنْهُمْ قَوْساً. فَقُلْتُ: لَيْسَتْ بِبَالٍ. وأَرْمِى عَنْهاَ فِي سَبِيلِ اللّهِ. فَسأَلْتُ رَسُولُ اللّهِ صلى اللّه عليه وسلم عَنْهْا.
فقال: ((إِن سَرَّكَ أَن تُطَوَّقَ بِهاَ طَوْقاً مِنْ نارِ فاقْبَلهْاَ)).
قال السيوطي : الأولى أن يدعي أن الحديث نسوخ بحديث الرقية الذي قبله وحديثِ ((إن أحق ما أخذتم عليه أجراً كتاب الله تعالى)) وأيضاً في سنده الأسود بن ثعلبة وهو لانعرفه قاله اب 6; المديني كما في الميزان للذهبي

2158- حدثّنا سَهْلُ بْنُ أَبِي سَهْلٍ حدثّنا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ حدثنّا خَالِدُ ابْنُ مَعْدانَ حدثني عَبْدُ الرحَّمنِ عَنْ عَطيَّةَ الْكَلَاعِيِّ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ : عَلَّمْتُ رَجُلاً الْقُرْآنَ فَأَهْدَى إِلّيَّ قَوْساً فَذَكَرْتُ ذلِكَ لِرَسُولِ اللّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : - (( إِنْ أَخَذْتَهَا أَخّذْتَ قَوْساً مِنْ نَارٍ )) فَرَدَدْتُهاَ
في الزوائد :إسناده مضطرب قاله الذهبيّ في الميزان في ترجمة عبد الرحمن بن سلم وقال العلاء في المراسيل : عطية بن قيس الكلاعيّ عَنْ أبيّ بن كعب ، مرسل


3               PENUTUP
Kesimpulan
          Ibnu Majah memiliki karya besar dalam disiplin ilmu hadis yang berjudul kitab sunan dan dikenal dengan nama Sunan Ibn Majah. Kitab ini dinisbatkan kepada pemiliknya yaitu Sunan Ibn Majah. Sunan Ibn Majah merupakan rujukan hadis yang terakhir dengan sebutan al-Kutubu al-Sittah. Ibnu Thahir al-Maqdisi memandang sunan ini sebagi kitab induk yang keenam. Adapun yang pertama kali menjadikan susunan kitab ini termasuk ke dalam kitab induk yang keenam ialah Ibnu Thahir al-Maqdisy, kemudian diikuti oleh al-hafizh Abd al-Ghany al-Maqdisy dalam kitab al-Ikmal. Dapat kita pahami,  bahwa kitab Sunan Ibn Majah tidak diragukan lagi keotentikannya, walaupun terdapat perbedaaan di antara ulama, tetap saja Kitab ini menjadi rujukan utama dan juga termasuk ke dalam kitab induk yang keenam sebagai kitab rujukan hadis-hadis  dari Rasulullah SAW.
          Ibnu Majah adalah seorang yang disepakati tentang kejujurannya dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal hadis. Pengembaraannya berkembang dan meningkat dewasa sebagai orang yangg cinta mempelajari ilmu dan pengetahuan teristimewa mengenai hadis dan periwayatannya. Untuk mencapai usahanya dalam mencari dan mengumpulkan hadis beliau telah melakukan lawatan dan berkeliling di beberapa negeri. Ia melawat ke Irak, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, Basrah dan negara-negara serta kota-kota lainnya untuk menemui dan berguru hadis kepada ulama-ulama hadis. Perhatian para ulama yang tertuju kepada Ibnu Majah adalah dengan mencurahkan perhatian mereka dari sisi periwayatan, penelitian dan penyalinan sebagaimana kitab yang lain. Penyusunan biografi Ibnu Majah telah terangkum dalam penyusunan biografi para perawi yang telah diakui di dalam al-Kutub al-Sittah.
            Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Ibnu Majah terbesar yangg masih beredar hingga sekarang. Dengan kitab inilah nama Ibnu Majah menjadi terkenal. Ia menyusun sunan ini menjadi beberapa kitab dan beberapa bab. Adapun jumlah hadis yang termuat didalam kitab Sunan Ibn Majah  sebanyak 4341 Hadis, 3002 di antaranya telah termuat di dalam kitab-kitab hadis lainnya, sedangkan 1339 lainnya merupakan tambahan yang tidak terdapat di dalam kitab standar hadis yang lain. Kitab sunan ini disusun menurut sistematika fiqh yg dikerjakan secara baik dan indah.

          Pada akhirnya, walaupun Kitab Sunan Ibn Majah ini mendapatkan kritik dari sejumlah ulama dengan pendapat bahwa dalam kitab ini terdapat hadis mawdhu`, akan tetapi hadis mawdhu` tersebut jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan keseluruhan hadis yang tercatat di dalamnya. Selain itu juga, harus diakui bahwa kitab ini telah memberikan konstribusi yang patut disyukuri, karena sampai saat ini, kitab ini masih menjadi sumber acuan bagi mereka yang ingin mendalami dan menelusuri hadis-hadis dengan merujuk kepada kitab tersebut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar