Sabtu, 23 Maret 2013

Riwayat Singkat Hasan Bashri

Hasan bin Abi 'Hasan al-Basri dilahirkan di Madinah dalam 21 H (642 M), putra dari seorang budak ditangkap di Maisan yang kemudian menjadi klien dari Nabi Muhammad (saw)' s sekretaris Zaid bin Thabet. Dibesarkan di Basra, dia bertemu banyak sahabat Nabi termasuk, konon, tujuh puluh orang-orang yang bertempur di Perang Badar. Dia dihormati sebagai salah satu dari orang-orang kudus terbesar Islam awal. Ia meninggal di Basra di 110 H (728 M). Banyak pidato-nya dia adalah orator brilian-dan ucapan yang dikutip oleh penulis Arab dan tidak sedikit dari surat-suratnya telah diawetkan.

Suatu hari ummahatul mu’minin, Ummu Salamah, menerima khabar bahwa mantan “maula” (pembantu wanita)-nya telah melahirkan seo¬rang putera mungil yang sehat. Bukan main gembiranya hati Ummu Salamah mendengar berita tersebut. Diutusnya seseorang untuk mengundang bekas pembantunya itu untuk menghabiskan masa nifas di rumahnya.

Ibu muda yang baru melahirkan tersebut bernama Khairoh, orang yang amat disayangi oleh Ummu Salamah. Rasa cinta ummahatul mu’minin kepada bekas maulanya itu, membuat ia begitu rindu untuk segera melihat puteranya. Ketika Khairoh dan puteranya tiba, Ummu Salamah memandang bayi yang masih merah itu dengan penuh sukacita dan cinta. Sungguh bayi mungil itu sangat menawan. “Sudahkah kau beri nama bayi ini, ya Khairoh?” tanya Ummu Salamah. “Belum ya ibunda. Kami serahkan kepada ibunda untuk menamainya” jawab Khai¬roh. Mendengar jawaban ini, ummahatul mu’minin berseri-seri, seraya berujar “Dengan berkah Allah, kita beri nama Al-Hasan.” Maka do’apun mengalir pada si kecil, begitu selesai acara pembe¬rian nama.

Al-Hasan bin Yasar – atau yang kelak lebih dikenal sebagai Hasan Al-Basri, ulama generasi salaf terkemuka – hidup di bawah asuhan dan didikan salah seorang isteri Rasulullah SAW: Hind binti Suhail yang lebih terkenal sebagai Ummu Salamah. Beliau adalah seorang puteri Arab yang paling sempurna akhlaqnya dan paling kuat pendiriannya, ia juga dikenal – sebelum Islam – sebagai penulis yang produktif. Para ahli sejarah mencatat beliau sebagai yang paling luas ilmunya di antara para isteri Rasulullah SAW.

Waktu terus berjalan. Seiring dengan semakin akrabnya hubun¬gan antara Al-Hasan dengan keluarga Nabi SAW, semakin terbentang luas kesempatan baginya untuk ber”uswah” (berteladan) pada ke¬luarga Rasulullah SAW. Pemuda cilik ini mereguk ilmu dari rumah-rumah ummahatul mu’minin serta mendapat kesempatan menimba ilmu bersama sahabat yang berada di masjid Nabawiy.

Ditempa oleh orang-orang sholeh, dalam waktu singkat Al-Hasan mampu meriwayatkan hadist dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik dan sahabat-sahabat RasuluLlah lainnya. Al-Hasan sangat mengagumi Ali bin Abi Thalib, karena keluasan ilmunya serta kezuhudannya. Penguasan ilmu sastra Ali bin Abi Thalib yang demikian tinggi, kata-katanya yang penuh nasihat dan hikmah, membuat Al-Hasan begitu terpesona.

Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah bersama orang tuanya ke kota Basrah, Iraq, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Basri. Basrah kala itu terkenal sebagai kota ilmu dalam Daulah Islamiyyah. Masjid-masjid yang luas dan cantik dipenuhi halaqah-halaqah ilmu. Para sahabat dan tabi’in banyak yang sering singgah ke kota ini.
Di Basrah, Hasan Al-Basri lebih banyak tinggal di masjid, mengikuti halaqah-nya Ibnu Abbas. Dari beliau, Hasan Al-Basri banyak belajar ilmu tafsir, hadist dan qiro’at. Sedangkan ilmu fiqih, bahasa dan sastra dipelajarinya dari sahabat-sahabat yang lain. Ketekunannya mengejar dan menggali ilmu menjadikan Hasan Al-Basri sangat ‘alim dalam berbagai ilmu. Ia terkenal sebagai seorang faqih yang terpercaya.

Keluasan dan kedalaman ilmunya membuat Hasan Al-Basri banyak didatangi orang yang ingin belajar langsung kepadanya. Nasihat Hasan Al-Basri mampu menggugah hati seseorang, bahkan membuat para pendengarnya mencucurkan air mata. Nama Hasan Al-Basri makin harum dan terkenal, menyebar ke seluruh negeri dan sampai pula ke telinga penguasa.

Ketika Al-Hajaj ats-Tsaqofi memegang kekuasan gubernur Iraq, ia terkenal akan kediktatorannya. Perlakuannya terhadap rakyat¬ terkadang sangat melampaui batas. Nyaris tak ada seorang pun penduduk Basrah yang berani mengajukan kritik atasnya atau menen¬tangnya. Hasan Al-Basri adalah salah satu di antara sedikit penduduk Basrah yang berani mengutarakan kritik pada Al-Hajaj. Bahkan di depan Al-Hajaj sendiri, Hasan Al-Basri pernah menguta¬rakan kritiknya yang amat pedas.

Saat itu tengah diadakan peresmian istana Al-Hajaj di tepian kota Basrah. Istana itu dibangun dari hasil keringat rakyat, dan kini rakyat diundang untuk menyaksikan peresmiannya. Saat itu tampillah Hasan Al-Basri menyuarakan kritiknya terhadap Al-Hajaj:
“Kita telah melihat apa-apa yang telah dibangun oleh Al-Hajaj. Kita juga telah mengetahui bahwa Fir’au membangun istana yang lebih indah dan lebih megah dari istana ini. Tetapi Allah menghancurkan istana itu … karena kedurhakaan dan kesombongannya …”
Kritik itu berlangsung cukup lama. Beberapa orang mulai cemas dan berbisik kepada Hasan Al-Basri, “Ya Abu Sa’id, cukupkanlah kritikmu, cukuplah!” Namun beliau menjawab, “Sungguh Allah telah mengambil janji dari orang-orang yang berilmu, supaya menerangkan kebenaran kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.”

Begitu mendengar kritik tajam tersebut, Al-Hajaj menghardik para ajudannya, “Celakalah kalian! Mengapa kalian biarkan budak dari Basrah itu mencaci maki dan bicara seenaknya? Dan tak seo¬rangpun dari kalian mencegahnya? Tangkap dia, hadapkan kepadaku!” .

Semua mata tertuju kepada sang Imam dengan hati berge¬tar. Hasan Al-Basri berdiri tegak dan tenang menghadapi Al-Hajaj bersama puluhan polisi dan algojonya. Sungguh luar biasa ketenan¬gan beliau. Dengan keagungan seorang mu’min, izzah seorang muslim dan ketenangan seorang da’i, beliau hadapi sang tiran.

Melihat ketenangan Hasan Al-Basri, seketika kecongkakan Al-Hajaj sirna. Kesombongan dan kebengisannya hilang. Ia langsung menyambut Hasan Al-Basri dan berkata lembut, “Kemarilah ya Abu Sa’id …” Al-Hasan mendekatinya dan duduk berdampingan. Semua mata memandang dengan kagum.

Mulailah Al-Hajaj menanyakan berba¬gai masalah agama kepada sang Imam, dan dijawab oleh Hasan Al-Basri dengan bahasa yang lembut dan mempesona. Semua pertanyaan¬nya dijawab dengan tuntas. Hasan Al-Basri dipersilakan untuk pulang. Usai pertemuan itu, seorang pengawal Al-Hajaj bertanya, “Wahai Abu Sa’id, sungguh aku melihat anda mengucapkan sesuatu ketika hendak berhadapan dengan Al-Hajaj. Apakah sesungguhnya kalimat yang anda baca itu?” Hasan Al-Basri menjawab, “Saat itu kubaca: Ya Wali dan PelindungKu dalam kesusahan. Jadikanlah hukuman Hajaj sejuk dan keselamatan buatku, sebagaimana Engkau telah jadikan api sejuk dan menyelamatkan Ibrahim.”

Nasihatnya yang terkenal diucapkannya ketika beliau diundang oleh penguasa Iraq, Ibnu Hubairoh, yang diangkat oleh Yazid bin Abdul Malik. Ibnu Hubairoh adalah seorang yang jujur dan sholeh, namun hatinya selalu gundah menghadapi perintah-perintah Yazid yang bertentangan dengan nuraninya. Ia berkata, “Allah telah memberi kekuasan kepada Yazid atas hambanya dan mewajibkan kita untuk mentaatinya. Ia sekarang menugaskan saya untuk memerintah Iraq dan Parsi, namun kadang-kadang perintahnya bertentangan dengan kebenaran. Ya, Abu Sa’id apa pendapatmu? Nasihatilah aku …”

Berkata Hasan Al-Basri, “Wahai Ibnu Hubairoh, takutlah kepada Allah ketika engkau mentaati Yazid dan jangan takut kepada Yazid¬ketika engkau mentaati Allah. Ketahuilah, Allah membelamu dari Yazid, dan Yazid tidak mampu membelamu dari siksa Allah. Wahai Ibnu Hubairoh, jika engkau mentaati Allah, Allah akan memelihara¬mu dari siksaan Yazid di dunia, akan tetapi jika engkau mentaati Yazid, ia tidak akan memeliharamu dari siksa Allah di dunia dan akhirat. Ketahuilah, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam ma’siat kepada Allah, siapapun orangnya.” Berderai air mata Ibnu Hubairoh mendengar nasihat Hasan Al-Basri yang sangat dalam itu.

Pada malam Jum’at, di awal Rajab tahun 110H, Hasan Al-Basri memenuhi panggilan Robb-nya. Ia wafat dalam usia 80 tahun. Pendu¬duk Basrah bersedih, hampir seluruhnya mengantarkan jenazah Hasan Al-Basri ke pemakaman. Hari itu di Basrah tidak diselenggarakan sholat Ashar berjamaah, karena kota itu kosong tak berpenghuni

Konversi Hasan dari Basra

Awal Hasan dari Basra konversi adalah sebagai berikut. Dia adalah seorang pedagang permata dan disebut Hasan dari Mutiara. Ia diperdagangkan dengan Byzantium, dan ada hubungannya dengan para jenderal dan menteri Caesar. Pada satu kesempatan, akan Bizantium ia meminta perdana menteri dan berbicara dengan dia sementara waktu.
"Kita akan pergi ke suatu tempat tertentu," kata menteri itu, "jika Anda menyenangkan."
"Ini adalah bagi Anda untuk berkata," jawab Hasan. "Saya setuju."

Jadi menteri memerintahkan kuda yang akan dibawa untuk Hasan. Dia naik dengan menteri, dan mereka berangkat. Ketika mereka sampai di padang pasir Hasan dianggap suatu tenda dari brokat Bizantium, diikat dengan tali gantungan sutra dan emas, mengatur perusahaan di tanah. Dia berdiri di satu sisi. Lalu tentara perkasa, semua accoutred di persenjataan lengkap perang, keluar, mereka mengelilingi tenda, mengatakan beberapa kata, dan berangkat. Filsuf dan sarjana untuk jumlah hampir empat ratus tiba di tempat kejadian; Mereka mengelilingi tenda, mengatakan beberapa kata, dan berangkat.

Setelah itu tiga ratus tetua diterangi dengan janggut putih mendekati tenda, dilingkari itu, berkata sedikit, lalu pergi. Setelah lebih dari dua ratus
gadis bulan-adil, masing-masing membawa sepiring emas dan perak dan batu mulia, mengelilingi tenda, mengatakan beberapa kata, dan berangkat.

Hasan menceritakan bahwa, heran dan penuh dengan heran, ia bertanya pada dirinya sendiri apa ini mungkin.
"Ketika kami turun," ia melanjutkan, "tanya saya menteri. Dia mengatakan bahwa Caesar memiliki seorang putra keindahan tidakpasti, sempurna di semua cabang belajar dan tak tertandingi di arena kehebatan jantan. Ayahnya mencintainya dengan sepenuh hati. "
Tiba-tiba ia jatuh sakit. Semua dokter terampil terbukti tak berdaya untuk menyembuhkannya. Akhirnya ia meninggal, dan dimakamkan di tenda itu. Setelah setiap orang per tahun datang keluar untuk mengunjunginya. Pertama sebuah lingkaran tenda tentara yang sangat besar, dan mereka berkata: "O pangeran, jika keadaan yang menimpa engkau telah terjadi dalam perang, kita akan memiliki semua mengorbankan hidup kami untuk engkau, kepadamu tebusan kembali. Tetapi keadaan yang telah menimpa kamu adalah di tangan Satu terhadap yang kita tidak bisa melawan, Siapa kita tidak bisa
tantangan. "Ini yang mereka katakan, dan kemudian kembali.

Para filsuf dan para ulama maju ke depan, dan berkata: "keadaan ini telah dibawa oleh Satu terhadap Siapa kita tidak bisa melakukan apa pun dengan cara belajar dan filsafat, ilmu pengetahuan dan menyesatkan. Untuk semua para filsuf dunia tidak berdaya di hadapanNya, dan semua belajar bodoh di samping pengetahuan-Nya.
Kalau tidak kita akan memiliki perangkat buat dan kata-kata yang diucapkan semua dalam penciptaan tidak bisa bertahan "ini yang mereka katakan, dan kemudian kembali..

Berikutnya kemajuan tua-tua yang dihormati, dan berkata: "O pangeran, jika keadaan yang telah menimpa kamu bisa benar telah ditetapkan oleh perantaraan para tetua, kita semua akan menengahi dengan petisi rendah hati, dan tidak akan meninggalkan engkau di sana. Tetapi keadaan ini telah dibawa atasmu oleh Satu terhadap siapa tidak ada syafaat manusia biasa yang keuntungan apa pun. "
Ini mereka katakan, dan berangkat.

Sekarang bulan-wajar mereka gadis-gadis dengan piring emas dan batu berharga muka, lingkaran tenda, dan berkata: "Anak Caesar, jika keadaan yang menimpa
kamu bisa ditetapkan hak oleh kekayaan dan kecantikan, kami akan mengorbankan diri kita sendiri dan diberikan uang besar, dan tidak akan meninggalkan engkau. Tetapi keadaan ini telah dibawa atasmu oleh Satu pada kekayaan dan keindahan Siapakah berpengaruh. "Ini yang mereka katakan, dan kembali.

Kemudian Caesar diri dengan kepala menteri memasuki tenda, dan berkata: "mata O dan lampu ayahmu, wahai buah hati ayahmu, hai tercinta tersayang Mu
ayah, apa yang di tangan ayahmu untuk tampil? ayah-Mu membawa pasukan besar, ia membawa filsuf dan cendekiawan, syafaat dan penasihat, gadis cantik,
kekayaan dan segala macam kemewahan, dan dia datang sendiri. Jika semua ini bisa saja sia-sia, ayahmu akan melakukan semua yang berada dalam kekuasaannya. Tapi situasi ini telah dibawa oleh Satu sebelum siapa ayahmu, dengan semua alat ini, tentara dan rombongan, ini mewah dan kekayaan dan harta, tidak berdaya.
Salam bagimu, sampai tahun depan "katanya ini!, dan kembali.

Kata-kata menteri sehingga terpengaruh Hasan bahwa ia lupa diri. Saat itu dia membuat pengaturan untuk kembali. Datang ke Basra, ia bersumpah untuk tidak pernah tertawa lagi di dunia ini, sampai tujuan akhir nya menjadi jelas baginya. Ia melempar diri ke dalam segala macam devosi dan austerities, sehingga tidak ada orang dalam nya waktu bisa melebihi disiplin itu.

Suatu cerita ketika Habib al-’Ajami sedang duduk di depan khaniqahnya (pondokan untuk berdzikir), tiba-tiba Hasan al-Basri datang dengan tergopoh-gopoh. “Oh Habib, sembunyikan aku karena Hajjaj, wakil gubernur, mengutus tentaranya untuk menangkapku. Sembunyikan aku!” kata Hasan al Basri. Dan Habib membalas “Masuklah ke dalam dan bersembunyilah.” Hasan masuk ke dalam dan menemukan sebuah tempat untuk bersembunyi. Beberapa saat kemudian, beberapa tentara menghampiri Habib, “Apakah anda melihat Hasan al-Basri?”

“Ya, Aku melihatnya di dalam. Dia ada di dalam.”

Mereka masuk ke dalam dan melihat ke sekeliling, melihat ke segala arah, bahkan menyentuh kepala Hasan al-Basri, dan beliau melihat mereka dengan ketakutan. Kemudian pasukan itu keluar, dan berkata kepada Habib,”Apa sekarang anda tidak malu (karena) anda telah berdusta. Di mana dia? Hajjaj akan berurusan dengan orang yang bekerja sama dengan Hasan al-Basri, dan itu cocok dengan anda. Anda berkata bahwa dia berada di dalam, apakah anda tidak malu telah berdusta!”

“Di dalam, Aku tidak berdusta. Dia di dalam.”

Sekali lagi, mereka masuk. Lalu, dengan sangat marah, mereka pergi. Kemudian Hasan al-Basri keluar. “Oh, Syaikh, apa ini? Aku datang kapadamu, memintamu untuk menjagaku dan engkau mengatakan kepada tentara bahwa aku berada di dalam.” “Ya Hasan, ya Imam, najawt min sidqi-l-kalaam –engkau diselamatkan oleh kebenaranku! Aku mengatakan kebenaran dan Allah melindungimu karena aku berkata dengan jujur. Aku berkata, “Wahai Tuhanku, ini adalah Hasan al-Basri, hamba-Mu, dia datang meminta pertolonganku, berkata, ‘Sembunyikan aku, jagalah aku!’ Aku tidak bisa melindunginya. Aku mempercayakan dia kepada-Mu, menyerahkan dia kepada-Mu sebagai amanat dariku. Engkau melindunginya.’ Aku hanya mengatakan hal itu dan membaca Ayat al-Kursi.”

Karena itulah para tentara tiada pun dapat melihatnya.
Pada suatu hari, Hasan Al-Basri pergi lagi mengunjungi Habib Ajmi, seorang sufi besar lain. Pada waktu salatnya, Hasan mendengar Ajmi banyak melafalkan bacaan salatnya dengan keliru. Oleh karena itu, Hasan memutuskan untuk tidak salat berjamaah dengannya. Ia menganggap kurang pantaslah bagi dirinya untuk salat bersama orang yang tak boleh mengucapkan bacaan salat dengan benar.

Di malam harinya, Hasan Al-Basri bermimpi. Ia mendengar Tuhan berbicara kepadanya, “Hasan, jika saja kau berdiri di belakang Habib Ajmi dan menunaikan salatmu, kau akan memperoleh keridaan-Ku, dan salat kamu itu akan memberimu manfaat yang jauh lebih besar daripada seluruh salat dalam hidupmu. Kau mencoba mencari kesalahan dalam bacaan salatnya, tapi kau tak melihat kemurnian dan kesucian hatinya. Ketahuilah, Aku lebih menyukai hati yang tulus daripada pengucapan tajwid yang sempurna.

Ada suatu cerita lagi, ada seseorang datang menemui Syekh al-Hasan. Dia bercerita bahwa dirinya baru saja diumpat oleh si Fulan. Syekh al-Hasan justru menyuruh orang tersebut untuk kembali menemui si Fulan.

“Ingat, kata ulama, orang yang suka mengumpat memasang senjata untuk melemparkan kebaikannya ke barat dan timur, serta ke kanan dan ke kiri,” kata Syekh al-Hasan.

Orang tadi lantas menuruti nasihat Syekh al-Hasan. Dia tak sekadar menemui tapi juga membawakan sebakul kurma rutab. Sembari menyerahkan sebakul kurma yang dibawanya, ia berkata dengan tenang: “Aku mendengar kabar bahwa engkau telah menghadiahkan kebaikanmu kepadaku. Maka terimalah kirimanku sebagai ucapan terimakasih.”

Apa lagi sebenarnya yang dikatakan Syekh al-Hasan hingga lelaki yang diumpat itu bisa sebaik demikian pada orang mengumpatnya? Ternyata, Syekh al-Hasan –seperti dikisahkan oleh al-Ghazali—mengutipkan satu nasehat yang pernah didengarnya dari Syekh Ibn Mubarak.

Bunyinya pendek sekali: “Jika aku suka mengumpat, tentu aku mengumpat ibuku, sebab ibuku berhak menerima kebaikanku.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar